Alkisah, ada seorang pelukis terkenal. Hasil lukisannya banyak menghiasi dinding rumah orang-orang kaya. Si pelukis dikenal dengan kehalusan, ketelitian, keindahan, dan kemampuan memperhatikan detail obyek yang digambarnya. Karena itu, pesanan lukisannya tidak pernah berhenti dari para kolektor maupun pecinta barang-barang seni.
Suatu hari, setelah menyelesaikan sebuah lukisan, si pelukis merasa sangat puas dengan hasil lukisannya. Menurut pandangannya, lukisan itu sempurna. Maka, dia lantas bermaksud mengadakan pameran lukisan agar orang-orang dapat menikmati, serta mengagumi keindahan dan kehebatannya.
Saat pameran, si pelukis meletakkan sebuah buku di dekat lukisan dengan sebuah tulisan: "Yang terhormat, para pecinta dan penikmat seni. Setelah melihat dan menikmati lukisan ini, silakan isi di buku ini komentar Anda tentang kelemahan dan kekurangannya. Terima kasih atas waktu dan komentar Anda."
Pengunjung pun silih berganti mengisi buku itu. Setelah beberapa hari, si pelukis pun membaca buku berisi komentar pengunjung pameran dan dia merasa kecewa sekali dengan banyaknya catatan kelemahan yang diberikan. "Orang-orang ini memang tidak mengerti indahnya lukisan ini. Berani-beraninya mereka mengritik!" batin si pelukis.
Dalam hati, dia tetap yakin bahwa lukisannya itu sangat bagus. Maka, untuk itu dia ingin menguji sekali lagi komentar orang lain, tetapi dengan metode yang berbeda. Untuk itu, ia membuat pameran sekali lagi, namun di tempat yang berbeda. Kali ini, ia juga menyertakan sebuah buku untuk diisi oleh pengunjung yang melihat lukisannya. Tetapi kali ini, penikmat lukisannya tidak dimintai komentar kelemahan, namun untuk memberikan komentar tentang kekuatan dan keindahan lukisan itu.
Setelah beberapa hari, si pelukis kembali membaca buku komentar pengunjung. Kali ini, dia tersenyum senang setelah membacanya. Jika pengunjung yang terdahulu mengritik dan melihat kelemahannya, maka komentar yang didapatkannya kali ini berisi banyak pujian dan kekaguman atas lukisan yang dibuatnya. Bahkan, banyak dari hal-hal yang dikritik waktu itu, sekarang justru dipuji.
Dari kedua pameran lukisan yang diadakannya, si pelukis mendapatkan sebuah pembelajaran bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Apapun yang kita kerjakan, sehebat dan sesempurna apapun menurut kita, ternyata di mata orang lain, ada saja kelemahan dan kritikannya. Namun, pastilah ada juga yang memuji dan menyukainya. Jadi, tidak perlu marah dan berkecil hati terhadap komentar orang lain. Asalkan kita mengerjakan semua pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan dilandasi niat baik, itulah persembahan terbaik bagi diri kita sendiri.
Salam sukses Luar Biasa!!!
Andrie Wongso
Cinta Tanpa Syarat
Dikisahkan, ada sebuah keluarga besar. Kakek dan nenek mereka merupakan pasangan suami istri yang tampak serasi dan selalu harmonis satu sama lain. Suatu hari, saat berkumpul bersama, si cucu bertanya kepada mereka berdua, "Kakek nenek, tolong beritahu kepada kami resep akur dan cara kakek dan nenek mempertahan cinta selama ini agar kami yang muda-muda bisa belajar."
Mendengar pertanyaan itu, sesaat kakek dan nenek beradu pandang sambil saling melempar senyum. Dari tatapan keduanya, terpancar rasa kasih yang mendalam di antara mereka. "Aha, nenek yang akan bercerita dan menjawab pertanyaan kalian," kata kakek.
Sambil menerawang ke masa lalu, nenek pun memulai kisahnya. "Ini pengalaman kakek dan nenek yang tak mungkin terlupakan dan rasanya perlu kalian dengar dengan baik. Suatu hari, kami berdua terlibat obrolan tentang sebuah artikel di majalah yang berjudul ‘bagaimana memperkuat tali pernikahan'. Di sana dituliskan, masing-masing dari kita diminta mencatat hal-hal yang kurang disukai dari pasangan kita. Kemudian, dibahas cara untuk mengubahnya agar ikatan tali pernikahan bisa lebih kuat dan bahagia. Nah, malam itu, kami sepakat berpisah kamar dan mencatat apa saja yang tidak disukai. Esoknya, selesai sarapan, nenek memulai lebih dulu membacakan daftar dosa kakekmu sepanjang kurang lebih tiga halaman. Kalau dipikir-pikir, ternyata banyak juga, dan herannya lagi, sebegitu banyak yang tidak disukai, tetapi tetap saja kakek kalian menjadi suami tercinta nenekmu ini," kata nenek sambil tertawa. Mata tuanya tampak berkaca-kaca mengenang kembali saat itu.
Lalu nenek melanjutkan, "Nenek membacanya hingga selesai dan kelelahan. Dan, sekarang giliran kakekmu yang melanjutakan bercerita." Dengan suara perlahan, si kakek meneruskan. "Pagi itu, kakek membawa kertas juga, tetapi....kosong. Kakek tidak mencatat sesuatu pun di kertas itu. Kakek merasa nenekmu adalah wanita yang kakek cintai apa adanya, kakek tidak ingin mengubahnya sedikit pun. Nenekmu cantik, baik hati, dan mau menikahi kakekmu ini, itu sudah lebih dari cukup bagi kakek."
Nenek segera menimpali, "Nenek sungguh sangat tersentuh oleh pernyataan kakekmu itu sehingga sejak saat itu, tidak ada masalah atau sesuatu apapun yang cukup besar yang dapat menyebabkan kami bertengkar dan mengurangi perasaan cinta kami berdua."
Pembaca yang budiman,
Sering kali di kehidupan ini, kita lebih banyak menghabiskan waktu dan energi untuk memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan yang menyakitkan. Padahal, pada saat yang sama kita pun sebenarnya punya kemampuan untuk bisa menemukan banyak hal indah di sekeliling kita.
Saya yakin dan percaya, kita akan menjadi manusia yang berbahagia jika kita mampu berbuat, melihat, dan bersyukur atas hal-hal baik di kehidupan ini dan senantiasa mencoba untuk melupakan yang buruk yang pernah terjadi. Dengan demikian, hidup akan dipenuhi dengan keindahan, pengharapan, dan kedamaian.
Salam sukses luar biasa!!!
Andrie Wongso
Be The Best
Di dalam masyarakat terutama di negara berkembang, banyak sekali masyarakatnya yang terjangkit penyakit mitos-mitos yang menyesatkan. Di antara mitos itu adalah:
1. Mitos pendidikan, "Saya tidak bisa sukses karena pendidikan saya rendah".
2. Mitos nasib, "Biar berjuang bagaimanapun, saya tidak mungkin sukses karena nasib saya memang sudah begini dari sononya".
3. Mitos kesehatan, merasa diri tidak kuat secara fisik.
4. Mitos usia, "Ini pekerjaan untuk anak muda, saya terlalu tua untuk pekerjaan ini".
5. Mitos gender, "Jelas aja bisa, dia kan perempuan sayakan pria" atau sebaliknya.
6. Mitos shio, "dia shio macan memang bisa sukses, saya kan shio babi" dan lain sebagainya. Dan penyakit mitos-mitos lainnya.
Jika mitos-mitos itu telah dijadikan pedoman hidup, maka nasib kita akan sulit berubah. Sikap mental negatif seperti di atas, jelas merupakan pengertian yang salah. Apalagi jika sudah masuk ke alam bawah sadar kita, maka akan membawa dampak sangat negatif dalam kehidupan kita secara menyeluruh. Membuat kita kalah dan gagal sebelum berjuang!!!
Dalam memasuki dunia bisnis, ada dua mitos yang berpengaruh paling besar, yaitu masalah modal dan pendidikan. Saya justru tidak memiliki keduanya saat memulai usaha dulu. Yang saya miliki hanyalah ide membuat kartu kata-kata mutiara dan keberanian untuk mencoba. Saya memiliki kemampuan kungfu, dan potensi diri itulah yang saya manfaatkan. Saya mengajar kungfu secara privat untuk mendapatkan modal awal.
Jadi saya berangkat tanpa modal, tanpa uang, tanpa pendidikan formal yang memadai, tapi mana yang mendahului usaha saya? Ide! Dan keyakinan bahwa saya bisa sukses, saya berhak untuk sukses! Dengan pemahaman itu, muncul keberanian untuk mencoba.
Dari penolakan-penolakan dan melalui proses perjuangan yang luar biasa ulet, ulet, dan ulet, usaha itu baru bisa berkembang baik. Kegagalan dan penolakan adalah konsekuensi dari setiap keputusan yang kita ambil. Kita hanya punya dua pilihan, berhasil atau gagal. Kuncinya dalah action dan mental yang positif. Sebab kedua pilihan itu bisa jadi "benar" karena di balik setiap kegagalan terdapat proses pendidikan, sebuah pelajaran untuk kita berbuat dan bertindak lebih bijak di kemudian hari.
Seperti kata-kata mutiara yang sering saya ucapkan: "Harga sebuah kegagalan dan kesuksesan bukan dinilai dari hasil akhir, tetapi dari proses perjuangannya". Jika itu disadari oleh semua orang, maka tidak ada lagi yang namanya larut dalam frustasi, kecewa, depresi, apatis, kehilangan motivasi, apalagi putus asa.
TETAP MENJADI YANG TERBAIK. Memang bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Perlu motivasi yang kuat, komitmen pada tujuan, serta melewati proses latihan dalam praktek kehidupan yang nyata. Sebagai manusia yang mengerti, menyadari, dan dapat berpikir jernih, maka kita harus bisa dan berani menentukan sikap dengan segenap tenaga, waktu, dan pikiran untuk tetap mengembangkan diri semaksimal mungkin.
Ilmu untuk memelihara motivasi diri bisa dipelajari oleh siapa pun. Salah satu latihan yang paling mudah untuk menguatkan diri sendiri adalah melakukan self talk. Kita gali potensi-potensi positif dalam diri kita dengan melakkukan dialog dengan diri kita sendiri.
Yakinkan bahwa diri kita memiliki kemampuan untuk sukses. Jika orang lain bisa sukses, kita pun mempunyai hak untuk sukses sama seperti mereka.
Keyakinan kepada Tuhan, serta doa dan praktek dalam kehidupan ini merupakan upaya yang mampu memberikan kekuatan motivasi diri yang luar biasa.
Sikap mental lain yan perlu kita pelihara adalah menyadari bahwa sukses yang kita raih bukan hanya sekedar mengandalkan diri sendiri, selalu ada andil orang lain di dalamnya. Rendah hati adalah kata kuncinya, tetapi sebaliknya, tidak rendah diri pada saat mengalami kegagalan.
Dengan demikian tidak hanya semakin dewasa dalam mengarungi kehidupan ini, yang pasti kualitas kehidupan kita akan semakin baik, semakin sukses, yang pada akhirnya akan bermanfaat pula bagi orang lain.
PASTIKAN menjadi yang terbaik !!!
BE THE BEST!!!!
Salam sukses luar biasa
Andrie Wongso
Law of Attraction: The Expectation Theory
Hampir di setiap seminar sukses, pelatihan sukses, workshop sukses atau event-event "suksesi" sejenis lainnya, Anda sering diminta untuk "mengkhayalkan" kesuksesan Anda. Istilah teknisnya, visualisasi. Di berbagai event itu, Anda akan sering diminta untuk mengimplementasikan nasehat seperti ini:
"Fake it till you make it""Jika mau sukses bersikaplah sukses"
Maksudnya, jika Anda belum bisa berpura-puralah bisa dan jika Anda belum sukses berpura-puralah sukses.
Hampir di setiap seminar sukses, pelatihan sukses, workshop sukses atau event-event "suksesi" sejenis lainnya, Anda sering diminta untuk "mengkhayalkan" kesuksesan Anda. Istilah teknisnya, visualisasi. Di berbagai event itu, Anda akan sering diminta untuk mengimplementasikan nasehat seperti ini:
"Fake it till you make it""Jika mau sukses bersikaplah sukses"
Maksudnya, jika Anda belum bisa berpura-puralah bisa dan jika Anda belum sukses berpura-puralah sukses.
Apa yang perlu Anda pahami tentang sikap "berpura-pura" itu, bukanlah sekedar menipu diri sendiri dengan "khayalan bisa" atau "khayalan sukses". Itu ada rasionalisasinya.
Sebagai contoh, jika Anda menginginkan punya mobil mewah, maka coach sukses akan meminta Anda untuk menggambarkan atau memvisualisasikan mobil mewah itu di kepala Anda. Anda, biasanya diminta untuk sangat detil dalam menggambarkannya. Bentuknya, harganya, warnanya, tahun keluarannya, velgnya, bahan untuk joknya, variasinya, model gagang stirnya, sampai plat nomornya.
Sebagai contoh, jika Anda menginginkan punya mobil mewah, maka coach sukses akan meminta Anda untuk menggambarkan atau memvisualisasikan mobil mewah itu di kepala Anda. Anda, biasanya diminta untuk sangat detil dalam menggambarkannya. Bentuknya, harganya, warnanya, tahun keluarannya, velgnya, bahan untuk joknya, variasinya, model gagang stirnya, sampai plat nomornya.
Apa yang diharapkan bisa terjadi dengan visualisasi semacam itu? Apa yang diharapkan terjadi pada diri Anda, adalah berfungsinya "The Law of Attraction" sehingga Anda benar-benar sukses. Dengan imajinasi, visualisasi, dan khayalan itu, Anda diharapkan membentuk sebuah visi, kemudian disadari atau tidak meramu semacam emosi, yang kemudian bisa menggerakkan Anda untuk mulai merealisasikannya. Hingga akhirnya, Anda benar-benar bisa mendapatkannya.
Anda mungkin akan berkata, "Ah, itu kan njelehi alias nggilani. Sukses koq mengkhayal." Ya, sepertinya memang begitu. Tapi bukan begitu. Saya sendiri, sering menjawab komentar semacam itu dengan, "Alah. Mengkhayal aja koq pelit." Mari kita lihat rasionalisasinya.
Katakanlah mobil idaman Anda sudah diproduksi dan sudah dijual di suatu toko di luar sana. Di tangan Anda, sudah ada uang Rp 560 juta, pas sejumlah harga mobil itu on the road. Apa yang Anda lakukan?
Katakanlah mobil idaman Anda sudah diproduksi dan sudah dijual di suatu toko di luar sana. Di tangan Anda, sudah ada uang Rp 560 juta, pas sejumlah harga mobil itu on the road. Apa yang Anda lakukan?
Yang Anda lakukan adalah, sekali lagi memastikan bahwa mobil itulah yang Anda inginkan. Kemudian, Anda mulai mencari-cari di mana toko yang menjualnya. Setelah ketemu, Anda hampiri mobil itu, dan Anda mulai mencocok-cocokkan feature-nya dengan idaman Anda. Anda pas-pasin warnanya cocok nggak. Joknya sesuai mau Anda nggak. Velgnya seperti yang Anda inginkan atau tidak. Begitu seterusnya. Setelah semuanya cocok, Anda malah masih sering coba-coba menawar lagi kan? Supaya bisa dapat lebih murah, he..he..he...
Akhirnya, setelah berbagai penyesuaian atau sedikit penyimpangan, mobil itu Anda beli juga. Tercapailah target Anda.
Skenario I
Sekarang, mari kita tarik ke sebulan sebelumnya. Uang sejumlah Rp 560 juta itu, belum ada di tangan Anda. Anda hanya punya separohnya yaitu Rp 280 juta. Akan tetapi, Anda tahu persis bahwa ada sebuah proyek yang akan gol, dan akan memberi Anda uang sejumlah Rp 500 juta. Menurut kalkulasi Anda, uang itu "pasti" Anda terima. Apa yang Anda lakukan? Sangat mungkin, Anda akan melakukan hal yang kurang lebih sama, seperti jika uang itu sudah di tangan Anda. Anda bersiap-siap untuk membeli mobil impian Anda. Betul bukan?
Sekarang, mari kita tarik ke sebulan sebelumnya. Uang sejumlah Rp 560 juta itu, belum ada di tangan Anda. Anda hanya punya separohnya yaitu Rp 280 juta. Akan tetapi, Anda tahu persis bahwa ada sebuah proyek yang akan gol, dan akan memberi Anda uang sejumlah Rp 500 juta. Menurut kalkulasi Anda, uang itu "pasti" Anda terima. Apa yang Anda lakukan? Sangat mungkin, Anda akan melakukan hal yang kurang lebih sama, seperti jika uang itu sudah di tangan Anda. Anda bersiap-siap untuk membeli mobil impian Anda. Betul bukan?
Skenario II
Sekarang, mari kita tarik ke enam bulan sebelumnya. Uang di tangan Anda baru sepertiga dari harga mobil itu, alias Rp 187 juta. Anda sudah memperhitungkan bahwa dalam enam bulan ke depan, Anda akan mendapatkan uang Rp 32 juta sebulan. Artinya, enam bulan lagi jumlah uang itu adalah Rp 192 juta. Jumlah yang lebih besar dari Rp 187 juta. Apa yang Anda lakukan? Sama! Anda bersiap-siap untuk membeli mobil itu.
Sekarang, mari kita tarik ke enam bulan sebelumnya. Uang di tangan Anda baru sepertiga dari harga mobil itu, alias Rp 187 juta. Anda sudah memperhitungkan bahwa dalam enam bulan ke depan, Anda akan mendapatkan uang Rp 32 juta sebulan. Artinya, enam bulan lagi jumlah uang itu adalah Rp 192 juta. Jumlah yang lebih besar dari Rp 187 juta. Apa yang Anda lakukan? Sama! Anda bersiap-siap untuk membeli mobil itu.
Skenario III
Sekarang, kita tarik ke tiga tahun sebelumnya. Tidak sepeserpun uang Anda punya. Tapi Anda, kini bekerja dan menerima gaji Rp 12 juta sebulan. Apa yang Anda lakukan? Anda mulai berpikir tentang kenaikan progresif pendapatan Anda, yang nantinya pada akhir tahun ketiga, akan membuat Anda punya uang Rp 560 juta. Jika Anda bisa memastikan hal itu dengan keahlian dan kepakaran Anda dalam bekerja, apa yang Anda lakukan? Sama! Anda mestinya juga bersiap-siap untuk membeli mobil itu.
Sekarang, kita tarik ke tiga tahun sebelumnya. Tidak sepeserpun uang Anda punya. Tapi Anda, kini bekerja dan menerima gaji Rp 12 juta sebulan. Apa yang Anda lakukan? Anda mulai berpikir tentang kenaikan progresif pendapatan Anda, yang nantinya pada akhir tahun ketiga, akan membuat Anda punya uang Rp 560 juta. Jika Anda bisa memastikan hal itu dengan keahlian dan kepakaran Anda dalam bekerja, apa yang Anda lakukan? Sama! Anda mestinya juga bersiap-siap untuk membeli mobil itu.
Skenario IV
Sekarang, kita tarik ke tiga tahun sebelumnya. Akan tetapi, gaji Anda hanya Rp 5 juta sebulan. Anda harus mencari cara, agar tiga tahun lagi uang Anda memang terkumpul sebanyak Rp 560 juta. Lepas dari benar atau tidaknya, dan dari baik atau buruknya, Anda mungkin mencoba berselingkuh di kantor, dengan mencari objekan di ladang-ladang yang lain. Atau, Anda mulai menjajal kemampuan entrepreneurship Anda, dengan mencoba membuka usaha sendiri. Atau, Anda memberdayakan anak dan istri Anda, untuk mendukung penghasilan Anda. Jika Anda bisa memproyeksikannya, apa yang Anda lakukan? Sama! Anda mestinya bersiap-siap untuk membeli mobil itu. Wong tinggal soal waktu koq.
Sekarang, kita tarik ke tiga tahun sebelumnya. Akan tetapi, gaji Anda hanya Rp 5 juta sebulan. Anda harus mencari cara, agar tiga tahun lagi uang Anda memang terkumpul sebanyak Rp 560 juta. Lepas dari benar atau tidaknya, dan dari baik atau buruknya, Anda mungkin mencoba berselingkuh di kantor, dengan mencari objekan di ladang-ladang yang lain. Atau, Anda mulai menjajal kemampuan entrepreneurship Anda, dengan mencoba membuka usaha sendiri. Atau, Anda memberdayakan anak dan istri Anda, untuk mendukung penghasilan Anda. Jika Anda bisa memproyeksikannya, apa yang Anda lakukan? Sama! Anda mestinya bersiap-siap untuk membeli mobil itu. Wong tinggal soal waktu koq.
Prinsip-prinsip Turunan
Dengan uang di tangan sejumlah Rp 560 juta, Anda tetaplah mengkhayal. Sebab, jika Anda pergi ke showroom dengan uang itu, kemudian (maaf) Anda dirampok di tengah jalan sebelum sampai ke sana, cita-cita Anda juga nggak bakal kesampaian. Jika uang itu ditransfer lewat bank sekalipun, kalo saat Anda mengelus-elus mobil itu di showroom, tiba-tiba handphone Anda berdering, dan pembantu Anda memberi tahu (maaf lagi), "Pak rumah kebakaran!" Bagaimana? Anda juga cuma mengkhayal.
Dengan uang di tangan sejumlah Rp 560 juta, Anda tetaplah mengkhayal. Sebab, jika Anda pergi ke showroom dengan uang itu, kemudian (maaf) Anda dirampok di tengah jalan sebelum sampai ke sana, cita-cita Anda juga nggak bakal kesampaian. Jika uang itu ditransfer lewat bank sekalipun, kalo saat Anda mengelus-elus mobil itu di showroom, tiba-tiba handphone Anda berdering, dan pembantu Anda memberi tahu (maaf lagi), "Pak rumah kebakaran!" Bagaimana? Anda juga cuma mengkhayal.
Dengan tanpa uang di tangan, tiga tahun sebelumnya, Anda juga cuma mengkhayal. Tapi jika khayalan Anda di dukung oleh sebuah sistem atraksi yang benar, maka Anda akan sangat mungkin berhasil mencapainya.
Masalahnya, Anda terlalu condong kepada logika. Logika mengatakan kepada Anda, "Itu nggak logis dan itu nggak mungkin!" Padahal, logika Anda sangat terbatas kemampuannya. Sementara alam semesta, punya satu milyar cara untuk mendeliveri impian Anda.
Masalahnya, Anda terlalu condong kepada logika. Logika mengatakan kepada Anda, "Itu nggak logis dan itu nggak mungkin!" Padahal, logika Anda sangat terbatas kemampuannya. Sementara alam semesta, punya satu milyar cara untuk mendeliveri impian Anda.
Rezeki itu di tangan Tuhan. Anda sangat mungkin "deserve" untuk impian Anda. Apa yang perlu Anda lakukan, adalah menyogrok-nyogrok rezeki itu agar jatuh ke tangan Anda. Tentunya, dengan cara-cara yang disukai oleh Yang Memberi Rezeki. Yaitu ilmu dan keahlian, serta memahami hukum universal 1, 2, dan 3. Dan tentu saja, Anda harus membatasi diri, nggak perlu kemaruk.
Cara yang moderat begini. Jika Anda punya impian, kemudian Anda lihat kemampuan Anda saat ini belum ada, maka buatlah proyeksi. Dua jam lagi bagaimana. Besok bagaimana. Sebulan lagi bagaimana. Setahun lagi bagaimana. Dan tiga tahun lagi bagaimana. Kalo Anda malas, lupakan saja impian Anda!
Maksudnya, ada dua hal saja yang perlu Anda lakukan berkaitan dengan mimpi-mimpi Anda.
Jika impian Anda tidak bisa diproyeksikan keberhasilannya, adjust mimpinya, atau: buatlah sistem otomasi agar impian itu bisa terwujud. Intinya sih sama, tetap saja Anda mengkhayal!
Pak, Bu. Dunia ini khayalan. Apa yang perlu Anda lakukan, pada akhirnya tetap sama, yaitu kerja, kerja, kerja. Bertindak, bertindak, bertindak. Belajar, belajar, belajar.
Jika impian Anda tidak bisa diproyeksikan keberhasilannya, adjust mimpinya, atau: buatlah sistem otomasi agar impian itu bisa terwujud. Intinya sih sama, tetap saja Anda mengkhayal!
Pak, Bu. Dunia ini khayalan. Apa yang perlu Anda lakukan, pada akhirnya tetap sama, yaitu kerja, kerja, kerja. Bertindak, bertindak, bertindak. Belajar, belajar, belajar.
Kini Anda pasti memahami, mengapa ada seminar "sukses bermodal dengkul", "menjadi kaya tanpa modal", "kebebasan finansial", atau "passive income". Jangan pelit mengkhayal, asal Anda membuat sistem untuk merealisasikannya. Syukur kalo bisa bikin sistem otomasi. Di dalam "Sales Magic" Pak Tung Desem Waringin bilang, "Yang penting tahu di mana letak batunya." Ting...ting...ting... Jangan pelit mengkhayal.
So, mana yang akan Anda khayalkan? Apakah Anda mau mengkhayal untuk kesuksesan Anda, atau Anda mau mengkhayal bahwa Anda tidak mampu mencapainya?
Sukses selalu (mengkhayal)
Sukses selalu (mengkhayal)
Ikhwan SopaTrainer E.D.A.N.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar