Sabtu, September 05, 2009

Kawah Gunung Galunggung Retak

Akibat Gempa, Khawatir Longsor
TASIK– Gempa tektonik berkekuatan 7,3 skala richter Selasa (2/9), berdampak pada pergerakan tanah di bibir kawah Gunung Galunggung. Akibatnya bibir kawah Galunggung retak. Pos Pengamatan Gunung Api Galunggung Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi yang berada di Kecamatan Padakembang, menemukan retakan tanah sepanjang 350 meter dan lebar 0,5 sentimeter melingkar di bibir kawah. Kondisi tersebut rentan memicu longsoran tanah, jika retakan terisi air hujan.

Anggota pengamat Gunung api Galunggung, Ucu Insan Kamil mengaku mengetahui kejadian tersebut dari laporan warga setempat. Namun, untuk memastikan potensi gerakan tanah di bibir kawah serta adanya potensi longsor, kata Ucu, harus dipastikan melalui penelitian lebih lanjut dari tim ahli peneliti pergerakan tanah Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Provinsi Jawa Barat. “Kemungkinan (penelitian) akan dilakukan satu atau dua hari kedepan,” ungkapnya kepada Radar, tadi malam.

Menurut Ucu, retakan tanah tersebut baru muncul setelah gempa. Pasalnya dari data terakhir pengamatan rutin oleh tim pengamatan Gunung Api Galunggung Minggu lalu, retakan tersebut tidak terlihat.
Apakah retakan itu bisa menyebabkan longsoran tanah ke objek wisata di bawahnya? Ucu mengatakan longsoran tanah akan jatuh ke kawah. Sebab, bibir kawah memiliki sudut kemiringan lebih curam daripada punggungnya. “Namun jika longsoran tanah jatuh ke danau dan menutup inlete (saluran pembuangan air, red), bisa menyebabkan gelombang air besar seperti peristiwa Situ Gintung. Gelombang tersebut mengalir ke Sungai Cikunir dan Cibanjaran,” ungkap Ucu.

Mengantisipasi adanya hal-hal yang tidak diinginkan, Pos pengamatan Gunung Api Galunggung menyarankan agar pemerintah menutup sementara akses pengunjung dan masyarakat ke kawah. Apalagi, sejak satu bulan terakhir, gempa vulkanik di Gunung Galunggung terus terjadi. Yakni satu kali berturut-turut pada Sabtu (1/8), Minggu (2/8), Senin (10/8) dan Selasa (11/8). Kemudian tiga kali pada Sabtu (15/8) dan berturut-turut satu kali pada Rabu (19/8), Sabtu (22/8), Senin (24 dan 31/8), dan satu kali pada Selasa (1/9). “Gunung Api Galunggung masih berstatus aktif normal,” pungkas Ucu.

Secara terpisah, aktivis lingkungan Dzulfakor, Usep menyatakan sempat berdialog dengan para kepala desa se-Kecamatan Padakembang membahas kodisi Gunung Galunggung saat ini. Menurut Usep, adanya retakan tanah di bibir kawah tak lepas dari aksi ekploitasi pasir di kawasan Cipanas Galunggung. Sejauh ini, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya belum pernah bersuara tentang kondisi di Galunggung. “Seharusnya ada keputusan pelarangan ekploitasi di Galunggung seperti pasir,” ungkapnya.

Hal sama juga diungkapkan aktivis lingkungan Dzulfakor lainnnya, Abu. Menurutnya, jika retakan tanah terus membesar ketika hujan turun, bibir kawah bisa jebol. Luapan air kawah dan longsoran tanah dari bibir kawah setidaknya bisa menyapu dua desa terdekat, yakni Desa Linggajati dan Sinagar.
“Dalam waktu dekat kami berencana menggelar dialog dengan masyaralat Kecamatan Sukaratu tentang kondisi dan dampak kerusakan di Galunggung,” ungkap abu. (rip)

Bantuan Jangan Hanya Makanan

Banyak Daerah Bencana Belum Terpantau
TASIK—Bantuan untuk korban bencana gempa jangan hanya berupa makanan. Korban juga memerlukan tenda, pakaian, selimut dan obat-obatan. Misalnya korban gempa di Kecamatan Bojonggambir. Camat Bojonggambir Drs Agus Salim menyebutkan akibat gempa berkekuatan 7,3 skala richter pada Rabu (2/9), kerusakan rumah hampir merata di 10 desa. Kerusakan terparah terjadi Kampung Kertasari Desa Padangkamulyan.

Di lokasi itu diketahui puluhan rumah rusak berat dan ringan. Warga setempat secara gotong royong mulai membersihakan puing-puing rumah yang luluh lantah itu. Agus mengakui korban gempa sudah menerima bantuan tanggap darurat dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, yakni berupa 15 karung beras, alat dapur dan 10 tikar. Bantuan tersebut segera disalurkan ke lokasi bencana.

Namun menurut Agus, bantuan jangan hanya makanan atau mi instan. Korban, kata dia, juga memerlukan bantuan lainnya seperti tenda, selimut, pakaian dan obat-obatan. “Bantuan tenda masih diperlukan, masih banyak warga yang tidur di teras rumah, karena takut adanya gempa susulan,” ungkapnya.
Hal sama diungkapkan Camat Cisayong Husna Rosyid. Menurutnya, bantuan tanggap darurat dari Pemkab Tasikmalaya sudah sampai di lokasi korban bencana. Namun, bantuan yang ada dianggap terlalu monoton, yakni didominasi beras dan mi instan. Padahal, kata Husna, warga juga memerlukan bantuan lainnya, seperti obat-obatan, peralatan mandi, dan pakaian. “Selain itu juga memerlukan bantuan tenda. Saat ini baru ada dua tenda di Desa Sukasetia. Padahal ada 12 desa lain yang juga butuh tenda,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Desa Mekarwangi Oneng mengatakan di daerahnya terdapat 67 rumah rusak berat dan hancur sehingga tidak layak huni. Sedangkan warga yang tidur di luar rumah sebanyak 143 kepala keluarga (KK). Sementara tenda untuk pengungsi minim. Selain itu bantuan makanan, pakaian, selimut dan obat-obatan juga hingga kini belum diterima. “Mungkin karena daerah kami berada di lintasan jalan provinsi sehingga tak terpantau,” keluh Oneng.

Camat Cibalong Safari Agustin juga menyatakan bahwa masyarakatnya membutuhkan bantuan tenda. Pasca-gempa, warga hanya bisa tidur di teras rumah, karena masih khawatir adanya gempa susulan. Safari menyebutkan, jumlah rumah yang rusak berat di Cibalong mencapai 299 unit, rusak sedang 563 unit dan rusak ringan 1.087.

Demikian juga pengungsi di Sukanegara Kepunduhan Sukamulya Desa Mandalasari Kecamatan Puspahiyang belum mendapat perhatian. Sekitar 65 kepala keluarga masih tinggal di tenda darurat. Pasalnya, sebagian besar rumah mereka rusak berat akibat gempa.

Menurut KH Hasan Safari, tokoh masyarakat sekaligus pembina umat di Masjid Jami Al-Ihsan, Sukanegara, pengungsi mulai sakit-sakitan. “Baru dua hari mereka tinggal di tenda darurat sejak gempa. Saat ini kondisi mereka (pengungsi, red) mulai sakit-sakitan,” ungkapnya pada Radar melalui sambungan telepon tadi malam.
Lanjut Hasan, warga belum berani kembali ke rumah mereka. “Karena setelah gempa, warga masih khawatir. Pasalnya kondisi tanah labil. Banyak retakan tanah yang sewaktu-waktu bisa jebol. Kami khawatir jika musim hujan tiba, tanah longsor,” jelasnya.

Diakui Hasan, yang paling dibutuhkan pengungsi saat ini adalah obat-obatan, makanan dan pakaian hangat. “Karena ada beberapa yang sakit. Memang dari desa dan kecamatan sudah memantau. Tapi kondisi pengungsi tidak bisa menunggu prosedur bantuan. Kami sangat membutuhkan bantuan secepatnya. Saya khawatir akan kondisi pengungsi,” tandasnya.

Sedangkan di Kecamatan Cibalong ratusan korban gempa Desa Wakaf Kecamatan mulai menderita kedinginan. Sebab, guyuran hujan yang mendera wilayah ini membuat tenda-tenda pengungsian mereka basah kuyup. Sementara, hembusan angin malam yang dingin membuat para pengungsi mulai kedinginan akut. Para pengungsi ini tersebar di beberapa titik pengungsian. Antara lain di sekitar Kampung Kubang Jaya dan Puspa. Desa Wakaf tercatat sebagai salah satu desa terparah di wilayah Tasikmalaya Selatan, akibat gempa Rabu (2/9). Yakni terdapat 142 KK atau sekitar 500 jiwa kini tinggal di kamp-kamp pengungsian akibat rumah mereka hancur. Herannya, para korban sekolah luput dari perhatian pemerintah.

“Kami memang kurang diperhatikan. Mungkin pemerintah menganggap daerah kami tak ada yang parah. Padahal kalau pemerintah menengok daerah ini, kondisinya tak jauh berbeda dari pusat-pusat gempa di lokasi lain,” keluh Haris Somantri SSos, kades Wakaf di lokasi pengungsian, kemarin.

Dia menjelaskan, sekitar 142 bangunan hancur total dan sekitar 312 rusak ringan. Termasuk di antaranya 34 sarana umum seperti masjid dan gedung sekolah. Dia juga menyebut, balai desanya juga hancur total, sehingga para staf desa kini tak bisa lagi mengantor. Jika diangkakan, desa ini menelan kerugian sekitar Rp4,3 miliar. Musibah ini tercatat paling parah di Kecamatan Bantarkalong. “Kita masih butuh banyak tenda, sekitar 10 buah lagi. Soalnya yang ada sekarang hanya sekitar 7 tenda belum cukup menampung pengungsi,” katanya.

Sementara itu, Yoga (47) salah seorang pengungsi mengaku kehilangan harta bendanya hingga senilai Rp150 juta lebih. Termasuk bengkel dan dua rumahnya rusak total dan tak mungkin lagi diperbaiki. “Sekarang semuanya musnah, tak ada yang tersisa lagi. Paling yang kami punya peralatan rumah tangga, tetapi peralatan elektronik rusak,”katanya.

Dia juga berharap agar pemerintah segera memberikan bantuan kepada para pengungsi. Yang paling mendesak katanya adalah kebutuhan sembako, selimut, dan bahan-bahan material. Dia juga kahwatir, musim hujan bisa menyebabkan serangan penyakit.

Demikian juga di Kota Tasikmalaya. Bahkan ada satu daerah bencana yang belum terpantau dan diberi bantuan, yakni Kecamatan Tamansari. Anggota DPRD Kota H Tatang Multiara menyebutkan di Tamansari akibat gempa, 2.124 rumah rusak berat. Sebanyak 28 unit di antaranya roboh. Hingga kini para korban belum mendapatkan bgantuan darurat.

Sementara di Kabupaten Ciamis, sejumlah korban bencana hingga hari ketiga pasca-gempa masih belum mendapatkan bantuan. Baik dari Pemerintah Kabupaten Ciamis maupun dari sumber-sumber lain. Padahal, tingkat kerusakan yang terjadi di wilayah Kabupaten Ciamis tidak kalah parahnya dengan daerah-daerah lain. Hanya saja, jarak yang membentang di wilayah Tatar Galuh, membuat proses pendataan dan evakuasi tidak mudah dilaksanakan.

Di Kabupaten Ciamis, sedikitnya terdapat 6.400 bangunan yang mengalami rusak parah. Serta lebih dari 8.300 bangunan, termasuk sarana dan prasarana umum mengalami rusak sedang dan ringan.
Hingga kemarin, sejumlah warga yang rumahnya mengalami kerusakan masih tetap tinggal di tenda-tenda darurat yang mereka buat di lokasi tanah lapang. Mereka saling berdesakan di satu tenda.
Berdasarkan pantauan di wilayah Kecamatan Ciharubeuti, setiap hari menjelang malam warga berdatangan ke tenda yang telah mereka buat. Mereka bertahan di sana karena khawatir terjadinya gempa susulan, selain karena kondisi rumah mereka yang hancur. Mereka bertahan hingga menjelang subuh.
Di tenda-tenda darurat itu, warga sama sekali tidak dilengkapi dengan peralatan tidur yang memadai. Termasuk minimnya air bersih dan dapur umum.

Seperti diungkapkan Toto (43) warga Desa Sukahaji Kecamatan Cihaurbeuti. Toto bersama puluhan warga Kampung Kendal tinggal di tenda komando yang didirikan oleh Kodim 0613 Ciamis di tanah pesawahan yang kekeringan. “Rumah saya hancur dan tak memungkinkan bisa dihuni kembali. Untungnya, saat kejadian seluruh anggota keluarga saya bisa selamat. Selain rumah saya, rumah tetangga saya pun mengalami hal serupa,” tandasnya.

Nasib serupa dialami korban gempa di Desa Darmacaang Kecamatan Cikoneng Kabupetan Ciamis. Warga mengaku belum mendapat bantuan hingga hari ke-3 pasca-gempa. Di desa ini sebanyak 334 rumah hancur. Di antaranya Dusun Sorok sebanyak 178 rusak berat yang diperkirakan tidak bisa diperbaiki lagi. Demikian juga di Dusun Desa dan Cimong, 166 rumah rusak berat. Kepala Desa Darmacaang Ajo Warjo, mengaku belum ada bantuan dari Pemkab Ciamis. “Jangankan ada bantuan, orang yang nengok pun belum ada,” katanya.
Di Dusun Sompok Desa Sumberjaya Kecamatan Cihaurbeuti, sedikitnya 60 rumah rusak. Penghuninya terpaksa harus mengungsi ke rumah tetangganya yang masih utuh. Ada juga yang terpaksa menumpang di masjid dan membuat tenda di lapangan sepakbola. “Saya prihatin melihat kondisi korban di Sompok, karena daerahnya terisolir. Saya mohon pejabat atau yang berwenang bisa meninjaunya,” kata Mamat, salah seorang pemuda Sompok. (rip/dir/ale/uym/tin/sup/dar)

Isu Gempa Susulan Bikin Panik Warga

Karyawan PT Hini Daiki Diliburkan
TASIK- Isu akan datangnya gempa susulan dengan kekuatan lebih besar dari gempa yang terjadi pada Rabu sore (2/9), membuat warga panik, kemarin. Isu yang muncul lewat pesan singkat (SMS) dan internet.
Isi SMS itu yakni: “Prediksi BMG: ada gempa susulan hari ini (kemarin, red) jam 14.00, 8 skala richter. Hanya untuk waspada bukan untuk menakut-nakuti.”


Sontak, isu tersebut membuat warga panik. Apalagi, didukung oleh pemberitaan sebuah stasiun televisi swasta bahwa warga Jawa Barat diminta waspada terhadap gempa susulan. Saking paniknya, banyak warga yang hendak bepergian, terpaksa diurungkan. Warga pun saling menghubungi untuk memberitahukan masalah kemungkinan munculnya gempa susulan. “Saya langsung hubungi keluarga saya, supaya hati-hati. Karena ketika saya berada di luar rumah ada ribut-ribut akan datang gempa susulan sekitar jam 14.00. Ya, saya khawatir dan panik,” ungkap Rika salah seorang kryawan swasta yang bertemu Radar, kemarin.

Kepanikan serupa terjadi di daerah lain. Bahkan di Cisayong, sekitar 400 karyawan PT Hini Daiki pada pukul 11.45 kemarin terpaksa dibubarkan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan gempa susulan benar-benar terjadi. Menurut satpam yang enggan namanya dikorankan, Direktur PT Hini Daiki, Hirokazu Kanagawa Shan menerima informasi bahwa akan terjadi gempa susulan sekitar pukul 13.00 sampai 14.00. Maka dari itu pihaknya mengintruksikan agar seluruh karyawan dipulangkan. “Pagi tadi Bapak Direktur (Hirokazu Kanagawa Shan) menerima informasi akan terjadi gempa lagi, dan para karyawan diberitahukan selepas dzuhur, karena takut terjadi kepanikan. Maka hari ini (kemarin, red) seluruh karyawan bekerja setengah hari. Walaupun besok ada target untuk mengekspor barang, Bapak takut ada karyawan yang jadi korban,” paparnya.


Isu gempa susulan juga beredar di wilayah Garut. Warga yang berada di sepanjang pantai selatan resah dengan adanya kabar itu. Akibatnya, sebagian warga hendak kembali ke rumahnya, kembali ke tempat pengungsian.
Salah seorang warga Jalan Satria Desa Paas Kecamatan Pamengpeuk, Alan (23) menjelaskan akibat adanya isu gempa susulan, warga siap-siap kembali ke pengungsian dan mencari dataran yang lebih tinggi. “Karena warga mendengar gempa susulan besarnya mencapai 8 skala richter, lebih besar dari sebelumnya,” katanya kemarin sore.
Namun hingga kemarin sore, gempa susulan tersebut tidak terjadi. Namun demikian, ada sebagian warga masih tetap bertahan di luar rumah.

BUPATI BERANG
Secara terpisah, Bupati Tasikmalaya Drs H Tatang Farhanul Hakim MPd berang dengan adanya isu gempa susulan tersebut. Bupati menandaskan isu itu tidak benar. “Hingga saat ini saya tidak menerima fatwa dari ahli geologi akan terjadi gempa susulan. Karena itu saya tegaskan ke semua pihak bahwa yang mengisukan gempa susulan adalah teroris,” kata Tatang melalui pesan singkat (SMS) kepada Radar tadi malam.

Kapolresta Tasikmalaya AKBP Aries Syarif Hidayat MM melalui Kabag Ops Kompol Yono Kusyono mengimbau warga tenang. Menurut Yono, warga jangan percaya isu gempa susulan jika informasi itu bukan dari pejabat berwenang. “Kalau tidak keluar dari mulut petugas yang berwenang, maka jangan dipercaya. Tapi kalau memang masih percaya, maka masyarakat bisa menghubungi ke polisi terdekat. Insya Allah kami akan memberikan jawaban dan informasi yang tepat,” ucap Yono.

Menurut Yono, bisa saja isu itu sengaja dihembuskan agar warga panik dan lupa akan harta bendanya. Lalu dimanfaatkan oleh orang yang tak bertanggung jawab untuk menjarah harta warga.
Hal sama diungkapkan Kadishub Garut H Hilman Farid MSi. Hilman meminta warga Garut dan sekitarnya tetap tenang. Karena menurut informasi yang diterimanya dari BMG, kemungkinan terjadinya gempa susulan sangat itu kecil. “Tadi sore saya rapat di setda (Pemkab Garut, red) antara pemerintah dengan BMG. Camat juga hadir. Kemungkinan terjadinya gempa atau tsunami sangat kecil,” paparnya. (tin/sla/dir/dem/ari)

Jalan Pamijahan Terbelah

Satu Kampung Terancam Longsor
BANTARKALONG - Gempa telah menyebabkan beberapa lokasi di Desa Wakaf Kecamatan Bantarkalong mengalami kerusakan. Terutama, satu kampung terancam tertimbun longsoran tanah seandainya tidak diantisipasi. Ini menyusul retaknya Jalan Raya Parungponteng-Pamijahan.

Keretakan tanah ini seolah membelah jalan raya hingga setengah badan jalan, tepatnya di Kampung Puspa. Di badan jalan terlihat guratan tanah yang terbelah sepanjang 10 meter dengan kedalaman mencapai 6 meter.
Kepala Desa Wakaf Haris Somantri SSos mengungkapkan, terbelahnya jalur tersebut bisa membahayakan para pengguna jalan. Tak terkecuali bagi warga yang tinggal di perkampungan Puspa. “Kebetulan tak jauh dari retakan tanah di sekitar kampung itu terdapat areal perkampungan penduduk. Bisa-bisa perumahan warga terkubur tanah. Apalagi sekarang ini musim hujan. Jadi kalau tidak cepat ditangani, bisa parah. Sebaiknya langsung dibenteng saja,” katanya.

Sementara tak jauh dari lokasi tersebut, puluhan anggota Brimob Polda Jabar terlihat bergotong-royong menurunkan genting rumah-rumah penduduk yang mengalami kerusakan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi ambruknya bangunan yang bisa menimpa para penghuninya maupun kepada warga sekitar yang tengah berlindung di sekitarnya. “Rumah-rumah ini sudah tak mungkin dihuni lagi. Soalnya sudah parah. Juga tak mungkin direnovasi. Jadi lebih baik dihancurkan untuk menghindari bahaya reruntuhan. Ini sesuai permintaan kades dan warga,” terang AKP Wawan komandan regu Brimob Polda Jabar. (uym)

Kesulitan Air Bersih Meluas

Korban Gempa Terpaksa Beli Air
CIGALONTANG – Kesulitan air bersih tak hanya dirasakan oleh warga korban gempa di Kecamatan Cigalontang. Sejumlah warga pengungsi korban bencana tanah longsor yang juga menjadi korban gempa 7,3 SR di Kampung Cikareo Desa Batusumur Kecamatan Manonjaya juga mengharapkan bantuan air bersih.
Kepala Desa Batusumur, Endang Ruhimat memastikan bahwa di lokasi relokasi bencana tanah longsor Cikareo terdapat dua rumah yang rusak akibat gempa. Sedangkan total rumah yang rusak di Desa Batusumur, mencapai 99 rumah rusak ringan dan 14 rusak berat. “Bantuan tanggap darurat belum sampai ke desa. Khusus warga relokasi Cikareo, sangat membutuhkan bantuan air bersih,” ungkap Kepala Desa Batusumur Endang Ruhimat.


Salah seorang warga lokasi relokasi, Yani (30) menyatakan bahwa jumlah kebutuhan air bersih keluarganya mencapai 15 ember per hari. Selama ini, Yani dan keluarga mengandalkan sumur warga terdekat sejauh 500 meter. Namun, akibat kemarau panjang tahun ini, debit air sumur sudah mulai berkurang. Menurut dia, warga relokasi harus rela mengambil air dari mata air Cikareo sejauh 2 kilometer.

Sementara itu, Rustandi (40) salah seorang warga Kampung Cigalontang Desa Jayapura Kecamatan Cigalontang, menyatakan bahwa kesulitan air sudah dirasakan warga sejak dua bulan lalu. Warga harus rela megantre di sebuah mata air yang berada sejauh 1500 meter. Namun, setelah bencana gempa Selasa (2/9) warga Cigalontang mendapat bantuan air bersih dari PDAM Tirta Sukapura Tasikmalaya. “Dulu harus beli air bersih Rp1.000 per jeliken ukuran 20 liter. Airnya kecil, harus ngantri,” ungkap Rustandi.

Menanggapi hal itu, Direktur Utama PDAM Tirta Sukapura Tasikmalaya, H Atang Kardian menyatakan bahwa sebanyak 3 mobil tangki, masing-masing berkapasitas 3.000 liter, dikirim bergiliran setiap hari khusus untuk warga Cigalontang. Di lokasi pengungsian sementara, air bersih ditampung di hidran umum (bak penapungan sementara, red) dengan ukuran 3 meter kubik. “Hidran umum ada 2 unit, sementara baru dikirim ke Cigalontang,” ungkapnya.

Lanjut Atang Kardian, pihaknya sudah mengirim petugas ke lokasi bencana di Cisayong untuk memastikan jumlah kebutuhan air bersih. Jumat (4/9) bantuan air bersih dipastikan sudah diterima warga korban gempa di Desa Sukasetia Kecamatan Cisayong. Atang memastikan bahwa pihaknya siap berupaya maksimal menyalurkan bantuan air bersih kepada warga korban gempa. Kendati saat ini, terjadi penurunan debit air hingga 30 persen akibat musim kemarau. “Kita sudah koordinasi dengan pihak PDAM provinsi dan pusat, malah ditantang butuh berapa?. Kita juga sudah ajukan 20 unit hidran umum,” terang Atang Kardian. (rip)