JAKARTA – Jaksa Urip Tri Gunawan untuk kali pertama dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tipikor kemarin. Mantan ketua tim penyelidik kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim itu menghadapi dua jerat hukum.
Dakwaan pertama adalah kasus suap USD660.000 dari Artalyta. Jerat hukum kedua sekaligus terbaru adalah dugaan pemerasan saksi kasus BLBI yang juga mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn Muhammad Surya (MS) Yusuf.
Kasus yang disimpan rapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu baru dibuka dalam sidang kemarin. Kronologi kasus pemerasan berawal saat Urip menggelar pertemuan dengan pengacara Glenn, Reno Iskandarsyah.
Urip beralasan dapat membantu Glenn lolos dari status tersangka dalam kasus korupsi penyelesaian kewajiban BLBI melalui penyerahan aset obligor ke BPPN. ’’(Urip) telah memaksa saksi Reno dan saksi Glenn memberikan sesuatu, yaitu uang tunai Rp110 juta dan USD90.000 hingga seluruhnya berjumlah sekitar Rp1 miliar," ujar jaksa penuntut umum (JPU) Jaya P Sitompul.
Dalam penyelidikan kasus BLBI, Glenn berstatus terperiksa. Dia berkali-kali menjalani pemeriksaan dalam penyelidikan oleh tim jaksa 35 di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung (Kejagung). Pada 29 Januari 2008, Urip memanggil Reno di ruang Subdirektorat Tindak Pidana Ekonomi dan Tindak Pidana Khusus Lainnya. Itu di luar agenda penyelidikan. "Selanjutnya (Urip) menyampaikan bahwa kliennya (Glenn) dapat menjadi tersangka pada kasus penyerahan aset BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia) selaku pemegang saham bank penerima BLBI pada BPPN," ujar Jaya.
Menurut Jaya, Urip juga menyampaikan bahwa kesimpulan penyelidikan bergantung pada kesepakatannya dengan Glenn. Urip lantas minta sejumlah uang kepada Glenn melalui Reno. ’’Terdakwa (Urip) juga mengancam apabila tidak sepakat, dia akan mengubah hasil penyelidikan sesuai keinginan terdakwa," lanjut Jaya.
Glenn pun ketakutan. Pria berkaca mata itu lantas menyerahkan Rp110 juta kepada Reno di Kantor Menara Karya lantai IV pada 31 Januari 2008. Pada hari yang sama, uang tersebut diserahkan pada Urip di Gedung Bundar. Namun, Urip merasa uang Rp110 juta itu tidak sesuai dengan keinginannya. "Selanjutnya (Urip) minta saksi Reno agar jumlah pemberian dari Glenn digenapi menjadi Rp1 miliar," ujar Jaya.
Urip pun tak tinggal diam. Dia berkali-kali menghubungi Reno untuk menanyakan kapan sisa uang diberikan. Reno dan Urip bertemu di pintu keluar Tol Kalimalang II untuk membicarakan permintaan tersebut. Reno mengatakan, kliennya tidak dapat memenuhi permintaan tersebut. Tapi, Urip tetap ngotot. ’’Agar dibisa-bisakan dan susah apabila tidak dipenuhi," ujar Jaya menirukan perkataan Urip.
Apa yang diucapkan Urip disampaikan kepada Glenn pada 13 Februari 2008. Glenn lagi-lagi menyerah. Hari itu juga Reno menyerahkan USD90.000 dalam pecahan seratus dolar kepada Urip di Delta Spa and Massage Grand Wijaya, Jakarta Selatan. ’’Uang itu dari saksi Glenn M Yusuf,’’ kata Jaya.
Atas perbuatannya itu, Urip diancam pidana pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan pertama dan pasal 12 huruf b UU yang sama dalam dakwaan kedua.
Dakwaan berikutnya adalah kasus suap USD660.000 dari Artalyta Suryani alias Ayin. Menurut JPU Sarjono Turin, Urip tertangkap tangan di depan rumah Jalan Terusan Hang Lekir II WG 9 Simprug, Jakarta Selatan, dengan barang bukti USD660.000. Uang tersebut, lanjut Sarjono, berada di tangan Urip terkait jabatannya selaku pegawai kejaksaan. "(Urip) telah memberitahukan perkembangan penyelidikan perkara korupsi yang sifatnya rahasia," ujar Sarjono.
Melalui mulut Urip, bos BDNI Sjamsul Nursalim berkesempatan tidak hadir dalam proses penyelidikan. Modusnya, Urip selaku koordinator penyelidik kasus BLBI BDNI menghubungi Ayin pada 5 Desember 2007. Ayin selama ini dikenal punya hubungan baik dengan Sjamsul.
Urip menginformasikan pemanggilan Sjamsul kepada istri bos Gadjah Tunggal Surya Dharma itu. Urip juga jadi "penghubung" Ayin dengan mantan Direktur Penyidikan M Salim dan mantan JAM Pidsus Kemas Yahya Rahman.
Urip sempat menerima Rp100 juta dari Ayin pada 7 September 2007. Hubungan intens lantas berlanjut hingga panggilan ketiga terhadap Sjamsul. "Terdakwa memberikan saran kepada saksi Artalyta Suryani untuk menghindari panggilan tersebut dengan beralasan Sjamsul Nursalim sedang dalam keadaan sakit," ujar JPU Dwi Aries Sudarto.
Mendengar "kalimat kunci" tersebut, Urip sempat menoleh ke arah jaksa. Tapi, itu hanya sebentar. Dia pun terpaksa berpaling karena diberondong lampu kamera foto wartawan.
Pada 29 Februari 2008, Urip menginformasikan bahwa penyelidikan kasus BDNI telah selesai. "Segera dilakukan press release-nya oleh pimpinan yaitu JAM Pidsus Kemas Yahya Rahman," tambah Dwi Aries.
Atas perbuatannya itu, Urip diancam pidana pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun. Dalam dakwaan subsider, pria 42 tahun itu diancam pasal 5 ayat (2) jo pasal 5 ayat (1) huruf b UU yang sama. Tak cukup sampai situ. Dalam kasus yang berhubungan dengan Ayin, Urip diancam dakwaan lebih subsider, yakni pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sidang Urip sempat berlangsung dalam keadaan gelap. Benar-benar gelap. Maklum, listrik mendadak padam. Ruang sidang di lantai II Pengadilan Tipikor itu hanya mengandalkan penerangan cahaya matahari dari balik jendela. Para pengunjung juga kegerahan karena AC tidak berfungsi.
Tim JPU pun sedikit bekerja keras. Mereka membaca surat dakwaan dengan setengah berteriak karena tanpa pengeras suara. ’’Ini bukan kasus penggelapan lho,’’ canda ketua majelis hakim Teguh Heriyanto membuka persidangan. Listrik padam sejak belum dimulainya persidangan.
Sekitar pukul 09.30, Urip yang memakai safari hitam masuk ruang sidang. Berpenampilan rapi, muka pria kelahiran Sragen itu tetap tenang, tanpa ekspresi. Dia mendengarkan sidang dengan tenang. Sesekali dia menautkan jari di atas pangkuan. Sebuah notes hijau diletakkan di kolong kursi terdakwa.
Urip: Saya Bukan Pengkhianat
Meski tak mengajukan eksepsi, Urip tak tinggal diam. Lima lembar tanggapan telah dia siapkan.
Dengan sikap berdiri, mengangkat kertas tinggi-tinggi untuk mendapat cahaya, Urip menyebut dakwaan jaksa sebagai antiklimaks dari pemberitaan tentang kasusnya. Khususnya, terkait dugaan konspirasi dan rekayasa dalam penyelidikan kasus BLBI. "Ternyata dalam penyidikannya, KPK tidak menemukan indikasi seperti itu," ujar jaksa berkumis tipis itu. Sesekali satu tangan Urip bergerak mengikuti nada bicaranya.
Mantan kepala Kejari (Kajari) Klungkung, Bali, itu justru mengklaim perbuatannya justru membuktikan pembenaran sekaligus legitimasi bahwa kejaksaan serius mengusut kasus BLBI. Penyelidikan tersebut, lanjut Urip, justru punya arti penting karena dia selalu diopinikan merekayasa penyelidikan BLBI II yang menguntungkan Sjamsul Nursalim. "Masyarakat akan tahu bahwa saya bukan pengkhianat negara dan bangsa ini," akunya lantang.
Soal kasus suap Ayin, Urip berpendapat itu tak layak diajukan ke pengadilan. Alasannya, uraian jaksa tidak mencantumkan unsur perbuatan melawan hukum. "Kalaulah tuduhan KPK itu benar, perbuatan memberi informasi penyelidikan adalah pelanggaran kode etik," ujarnya. Dia menambahkan, seharusnya yang dikenakan adalah PP 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri.
Dakwaan JPU yang mengaitkannya dengan Sjamsul juga dipermasalahkan. Sebab, Sjamsul tak dihadirkan sebagai saksi. "Apakah kemudian kita bisa deskripsikan penyidik dan JPU telah bekerja sama dengan sengaja tidak memeriksa Sjamsul sebagai saksi," tuduhnya.
Meski jelas-jelas tertangkap tangan dengan bukti uang, Urip berdalih itu tak ada kaitannya dengan Sjamsul. "Apabila dikaitkan dengan UU Korupsi adalah termasuk gratifikasi yang tenggang waktu selesainya delik adalah 30 hari apabila tidak dilaporkan KPK. Perbuatan saya belum memenuhi kualifikasi unsur delik tersebut," ujarnya.
Soal dugaan pemerasan terhadap Glenn Yusuf, Urip berdalih itu hanya pengakuan Reno. "Kalau Reno Iskandarsyah menerangkan telah menyerahkan uang kepada saya, saya minta dia ditangkap terlebih dahulu," ujarnya.
Bagaimana tanggapan jaksa? "Kami fokus ke pembuktian," ujar JPU Sarjono Turin, yakin.
Trauma akibat buka-bukaan rekaman di persidangan, pengacara Urip minta KPK menyerahkan bukti-bukti yang akan diajukan ke persidangan sebelum dibuka ke publik. Alasannya, agar mereka bisa mempersiapkan pembelaan. Tapi, permintaan itu ditolak JPU. "Dalam KUHAP tidak ada kewajiban jaksa menyerahkan alat bukti ke kuasa hukum," tegas JPU Zet Todung Allo.
Dalam sidang berikutnya, majelis mengagendakan pemanggilan tiga saksi, yakni Hendro Dewanto, Yunita Arifin, dan Yosef Wisnu Sigit. Mereka adalah anggota tim jaksa 35 sekaligus mantan anak buah Urip. Sidang digelar lagi pada pekan depan. (jpnn)
rip-rip,
BalasHapusdisekolahno duwur-duwur
kok cuman kanggo dadi koruptor,
ngenthit duite rakyat,
kasihan wong tuwo mu
sing wis nyekolahke kowe nak.
muleh ae' kono ning ndesomu.
daripada dadi tukang ngenthit...
terimakasih buat infonya
BalasHapusmakasih gan infonya sangat bermanfaat sekali,,
BalasHapusInfonya cukup menarik gan, terimakasih dan sukses selalu ya
BalasHapusterimakasih infonya, sukses terus ya
BalasHapusmakasih infonya dan ditunggu ya updatean terbarunya
BalasHapusterimakasih infonya gan, artikelnya sangat bermanfaat sekali gan
BalasHapusartikelnya sangat bagus sekali gan, sukses terus ya buat blognya, dan kapan-kapan mampir juga dong ke blog saya ..
BalasHapusmakasih buat infonya, sangat bermanfaat sekali, dan sukses terus buat blog nya .
BalasHapusinfonya sangat menarik sekali gan, sukses selalu ya buat blog nya
BalasHapusmakasih buat infonya, semoga sukses selalu
BalasHapusartikelnya sangat menarik sekali, sukses selalu ya buat blog nya.Kapan - kapan mampir juga ya ke blog saya
BalasHapusartikelnya oke banget gan, semoga sukses selalu ya
BalasHapusmakasih banyak buat infonya, sukses terus deh buat artikelnya
BalasHapusArtikelnya sangat menarik, sukses terus ya buat blognya, kapan-kapan mampir juga dong ke blog saya
BalasHapusartikelnya menarik sekali gan, semoga sukses selalu ya
BalasHapusinfonya sangat menarik sekali, semoga sukses selalu ya
BalasHapus