JOGJA - Kritisnya kesehatan mantan Presiden Soeharto mendapat simpati dari berbagai kalangan. Bukan hanya dari para koleganya, simpati itu juga berasal dari lawan politiknya. Amien Rais, salah satu tokoh yang berperan dalam pelengseran Soeharto, menyatakan secara ikhlas memaafkan semua kesalahan penguasa Orde Baru tersebut. Amien bahkan mengajak seluruh bangsa Indonesia melakukan hal yang sama.
’’Saya meneladani apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Saat kembali ke Makkah dengan kemenangan besar selepas hijrah selama tujuh tahun, semua musuh dimaafkan dan diberi kebebasan. Memberi maaf adalah ciri khas keutamaan dan keunggulan para nabi,” ujar Amien kepada wartawan di rumahnya, Pandeansari, Caturtunggal, Depok, Sleman, kemarin. Ikut mendampingi Amien, Wakil Ketua DPP PAN Drajat Wibowo dan Bendahara Tjatur Sapto Edi.
Menurut Amien, kondisi Pak Harto secara lahiriah tidak akan lama. Pendekatan hukum yang saat ini dilakukan pemerintah tidak mungkin dilaksanakan. Karena itu, pendekatan moral kemanusiaan dan keagamaan lebih luhur dilakukan. ’’Beliau mungkin sudah tidak akan bersama kita lagi dalam waktu dekat. Sebagai orang beriman, kita wajib memberikan maaf,” tuturnya.
Mantan ketua MPR tersebut juga mendesak pemerintah secepatnya mengeluarkan pernyataan resmi pemberian maaf kepada mantan presiden itu. Bukan hanya kasus pidana, tapi juga kasus perdata yang diarahkan kepada Soeharto. ’’Saya harap para ahli hukum saat ini tidak usah berbicara lantang soal penegakan hukum dan sok menjadi pahlawan. Ke mana saja mereka saat Soeharto masih gagah dan sehat. Kenapa hanya diam dan bungkam,” tegasnya.
Ketika didesak apakah pemberian maaf masih diperlukan ketika Soeharto lebih dulu meninggal sebelum pernyataan resmi itu dikeluarkan, Amien tidak menjawab secara tegas. Menurut dia, pemberian maaf setelah yang bersangkutan meninggal nilainya sudah berkurang jika dibandingkan dengan ketika masih hidup. ”Lagi pula, pemberian maaf ini penting untuk mempermudah Pak Harto. Beberapa kali saya menemui orang sakaratul maut begitu lama karena dia masih mempunyai beban di dunia ini,” katanya.
Hanya, ketika proses hukum tetap akan dilakukan, Amien berharap pemerintah mencari terobosan istimewa. Sebab, persoalan hukum merupakan kewenangan pemerintah, Mahkamah Agung (MA), dan DPR. Silakan presiden, ketua MA, serta ketua DPR bertemu untuk mencari terobosan istimewa. Sebab, pasal 14 UUD 1945 mengatur pemberian grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi,” jelasnya.
Menurut Amien, tidak semua kesalahan yang terjadi pada masa Orde Baru dilakukan Soeharto. Kondisi waktu itu merupakan kesalahan yang dibuat secara kolektif. ’’Seribu anggota MPR juga memikul dosa kolektif itu. Sebab, mereka selalu membenarkan dan mengiyakan kemauan Soeharto,” tandasnya.
Mantan ketua PP Muhammadiyah itu berharap ke depan tidak ada lagi pemimpin yang antikritik. Fenomena status quo disebabkan minimnya kritik terhadap penguasa. ”Jangan sampai muncul lagi fenomena pemimpin yang tidak pernah dikritik seperti zaman Soekarno yang diangkat menjadi presiden seumur hidup. Itu sangat bertentangan dengan prinsip demokrasi,” tegasnya. (jpnn/tof)
Selasa, Januari 15, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar