Korban Kekurangan Makanan dan Air Bersih
TASIK– Gempa Tasikmalaya yang mengguncang Pulau Jawa, Bali hingga Sumatra, Rabu (2/9) dirasakan kuat hingga ke pelosok. Daerah yang terkena dampak gempa tersebar dan meluas. Sehingga dipastikan ada beberapa lokasi yang belum mendapat penanganan tanggap darurat.
Daerah tersebut di antaranya, Kecamatan Cisayong, Sukahening, Taraju, Sodonghilir, Salawu dan daerah lainnya. Sementara di Kota Tasikmalaya yakni Kecamatan Purbaratu. Di Ciamis, warga yang memerlukan bantuan yakni di Kecamatan Cikoneng dan Sindangkasih.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya sementara, Agoeng Novansyah Soemardi SH MSi, saat berkunjung ke lokasi bencana di Kampung Cirama Desa Karangmukti Kecamatan Salawu, mengatakan di lokasi tersebut ada ratusan rumah yang rusak parah, bahkan sebagian besar dipastikan rata dengan tanah. “Warga membutuhkan bantuan makanan pokok, air bersih, dan tenda,” ungkapnya kepada Radar, kemarin.
Agoeng menyatakan bahwa sejauh ini belum ada bantuan tanggap darurat ke lokasi tersebut. Agoeng khawatir jika penanganan bencana gempa kali ini, tidak bisa menyeluruh, hanya terkonsentrasi di satu titik, akibat minimnya informasi laporan kejadian dari tingkat pemerintah desa hingga kecamatan.
Sedangkan anggota DPRD dari Fraksi Partai Golkar Mochamad Arief Arseha SE menyatakan bahwa pemerintah juga harus memperhatikan aspek psikologi para korban gempa. Sebab, menurut Arief, hingga saat ini masih banyak warga yang panik. Banyak di antaranya tetap memilih tidur di luar rumah karena khawatir adanya gempa susulan. “Faktor keamanan lokasi juga harus diperhatikan. Kemarin diketahui ada pencuri dadakan, harus segera ada tindakan dari dinas terkait,” paparnya.
Di Kecamatan Cisayong, tepatnya Kampung Pasirjaya Desa Cikadu diketahui ada sebanyak 20 rumah ambruk serta 400 rumah lainnya rusak parah. Anggota DPRD dari Fraksi PKS, Ucu Dewi Saripah memastikan bahwa lokasi tersebut belum mendapat bantuan tanggap darurat. Padahal warga setempat sangat mengharapkan pertolongan pasca-bencana. Ucu juga memaparkan bahwa dampak gempa juga mengakibatkan 40 rumah di Kampung Cikerenceng Desa Guranteng Kecamatan Pagerageung luluh lantah. “Kami minta agar bantuan bisa segera dialokasikam ke daerah-daerah yang belum tersentuh bantuan,” tegas Ucu.
Sementara itu, melihat kepanikan warga korban gempa, Ucu berpendapat harus segera ada data dan informasi lanjutan tentang gempa susulan. Jangan sampai korban gempa terus dibayang-bayangi ketakutan gempa susulan. “Adanya informasi gempa susulan, sempat membuat warga panik. Tapi itu kan bukan yang akan terjadi, melainkan gempa susulan yang terus terjadi sejak gempa utama yang terdeteksi seismograf, alat itu kan sensitif nol koma sekian saja bisa terdeteksi. Diharapkan warga jangan bingung dan panik,” papar Ucu.
Berdasarkan pantauan anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya dari Fraksi Golkar, Aris Jauhari, di Kecamatan Cisayong diketahui masih banyak warga korban gempa yang mengalami shock. Bahkan beberapa desa terlihat mencekam, dengan banyaknya puing-puing reruntuhan rumah yang masih berserakan. “Aliran listrik ke rumah yang rubuh sudah diputus,” paparnya.
Hingga kemarin, sejumlah warga Kampung Sukasetia RT 02, 03, 04 dan 23 RW 06 Kecamatan Cisayong yang rumahnya hancur, masih tinggal di tenda darurat. Ada 9 tenda di daerah itu, semuanya hasil inisiatif warga.
Di Desa Sukasetia jumlah korban yang tidur di luar rumah sebanyak 2.490 jiwa dari jumlah keseluruhan 5.065 jiwa. Kades Sukasetia Eli Sutardi Praja mengungkapkan jumlah rumah yang hancur sebanyak 443 unit dan rusak ringan 285 unit.
“Pasca- gempa, 2.490 jiwa tidur di kamp pengungsian karena rumahnya sudah tidak layak huni. Dan saat itu bantuan logistik belum turun, hanya saja ada kunjungan Pak Wakil Bupati (H E Hidayat MH). Beliau memberikan bantuan beras 450 kilogram, namun itu belum cukup,” paparnya.
Menurut perhitungan pemerintah desa bersama unsur muspika, bantuan logistik yang diperlukan untuk korban pengungsian di tenda, yakni beras 2.500 kilogram, mi instan 125 kardus dan ikan kaleng 1.245. “Itu kebutuhan per hari,” tandas Eli.
Bukan hanya Desa Sukasetia, rumah yang hancur dan rusak akibat gempa juga terjadi di desa lainnya. Dari data Kecamatan Cisayong menyebutkan di Desa Purbasari tedapat rumah hancur sebanyak 50 unit, rusak parah 85 unit dan rusak ringan 180 unit. Di Desa Cisayong, rumah roboh 16 unit, rusak parah 85 unit dan rusak ringan 174 unit. Desa Cileuleus terdapat 26 rumah rusak parah dan 45 rusak ringan. Desa Mekarwangi terdapat 9 rumah hancur, 49 rumah rusak parah dan 231 rumah rusak ringan.
Sedangkan di Desa Jatihurip terdapat 43 rumah rusak parah dan 47 rusak ringan. Desa Sukasukur terdapat 3 rumah hancur, 17 rusak parah dan 89 rusak ringan. Di Desa Sukaraharja, 17 rumah rusak parah dan 94 rusak ringan. Desa Sukajadi terdapat 17 rumah rusak parah dan 94 rusak ringan. Desa Santanamekar terdapat 15 rumah hancur, 117 rusak parah dan 247 rusak ringan.
Sementara itu, di wilayah Tasikmalaya Selatan (Tasela), korban rumah hancur dan rusak merata di seluruh daerah. Di Kecamatan Cipatujah tercatat sekitar 1.200 rumah rusak berat dan ringan, Kecamatan Bantarkalong 1.908 unit, Cibalong 1.949 unit, dan Kecamatan Parungponteng 718 buah. Sebagian korban juga belum mendapatkan bantuan yang memadai dari pemerintah dan pihak terkait.
Hal sama juga terjadi di Kecamatan Sodonghilir. Hampir semua korban gempa kekurangan makanan, air bersih, selimut dan lainnya. Misalnya di Desa Sukabakti, sebanyak 430 jiwa kekurangan makanan. “Itu baru di Sukabakti. Belum di desa lainnya,” terang salah seorang warga setempat, Nana Sumarna.
Sedangkan di Cigalontang, sebanyak 500 warga korban gempa yang tinggal di tenda penampungan mengaku kesulitan air bersih. Selain akibat kemarau, debit air di daerah itu kian hari kian menyusut. Sejauh ini, warga hanya bisa mengandalkan persediaan air bersih dari kiriman PDAM Tirta Sukapura, sebanyak 2 hingga 3 tengki per hari.
Korban gempa di Kota Tasikmalaya pun sebagian ada yang terkatung-katung. Misalnya korban warga Kelurahan Singkup Kecamatan Purbaratu. Salah seorang warga, Uun mengaku sejak terjadinya gempa (2/9), ia belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah. ”Sampai sekarang kami belum mendapatkan bantuan. Padahal banyak pakaian dan makanan yang tertimpa bangunan,” terang Uun kepada Radar, kemarin.
Selain pakaian, lanjut Uun, warga juga membutuhkan bantuan material untuk merenovasi rumahnya yang hancur digoncang gempa. Bantuan itu seperti semen, pasir dan juga kayu. ”Rumah saya kan rusaknya parah, jadi saya butuh bahan bangunan,” tambahnya. Pengungsi yang terkatung-katung juga terjadi di Ciamis. Di Desa Darmacaang, 334 rumah hancur dan rusak. Akibatnya ratusan kepala keluarga terpaksa tidur di tenda buatan sendiri.
Menurut Kepala Desa Darmacaang Ajo Warjo, masyarakat yang berada di pengungsian sampai sekarang masih menggunakan tenda sendiri. Mereka juga kekurangan makanan, pakaian dan terutama selimut. Sebab, tidur di tenda sangat dingin, apalagi di malam hari. “Seandainya mereka tidak memakai selimut dikhawatirkan pasca-bencana ini akan mengundang bencana baru, yaitu penyakit,” kata Ajo.
Selain di Darmacaang, warga Sindangkasih yang rumahnya rusak dan hancur pun tinggal di tenda. Warga tadi yakni dari Kampung Ciherang I dan Citungku. Mereka tidak menempati rumah karena masih trauma dan khawatir gempa susulan muncul. Bahkan pada sore gempa, dini harinya mereka terpaksa saur di tenda.
Hingga kini warga masih tetap bertahan di tenda. Mereka enggan balik lagi ke rumah karena masih ketakutan. ”Saya masih takut pulang ke rumah, sebelum ada keterangan resmi dari pemerintah bahwa tidak ada lagi gempa susulan,” terang Sopiah Hendrayani (35) warga Kampung Citungku RT 13/5 Desa Sukamanah Kecamatan Sidangkasih.
Kepala Dusun Citungku Aang Hapidin mengaku hingga kini, warga belum dapat bantuan apa-apa. Bahkan menu makan untuk saur pun seadanya. Yang penting warga bisa saur,” terang Aang. Fenomena yang sama juga terjadi di Kabupaten Garut. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Petani Pasundan (SPP) Agustiana menyebutkan hingga dini hari tadi, korban gempa di daerah Leuwipari, Cikelet, Karyasari dan Cisompet terkatung-katung. Mereka kekurangan makanan, tenda, obat-obatan, dan makanan bayi. “Mereka kurang perhatian dari pemerintah,” katanya dini hari tadi.
Di Kota Banjar, tepatnya di Dusun Kersaratu Desa Sindangjaya, pasca-gempa, warga masih ketakutan untuk tinggal di rumah. Warga campuran Jawa-Sunda ini terlihat shock berat. Mereka juga lebih memilih tinggal di tenda darurat di pinggir jalan, sawah, lapang atau bekas rumah hancur. Sebagian lagi di tenda peleton yang dibangun anggota Pasukan Batalion Infanteri 323/Raider yang sudah standby sejak gempa Rabu (2/9) lalu.
Namun nasib mereka cukup beruntung. Untuk sekadar makan dan minum, mereka mendapat bantuan dari Batalion Infanteri 323/Raider dan Kodim 0613. (rip/sla/jul/sep/der/kun)