GARUT – Serikat Petani Pasundan (SPP) melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan Perum Perhutani ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta kemarin. SPP juga menuntut agar Perhutani segera dibubarkan.
“Hari ini (kemarin, red) kami bersama rekan-rekan anggota SPP datang ke KPK untuk melaporkan indikasi korupsi yang dilakukan Perhutani,” tandas Humas SPP Away kepada Radar melalui telepon kemarin.
Indikasi korupsi ini, lanjut dia, bukan tudingan belaka, melainkan berdasarkan data di lapagan. “Kami punya bukti-bukti bagaimana kerusakan hutan akibat penebangan oleh Perhutani. Ironisnya lagi masyarakat menjadi kambing hitam sebagai pelaku perusakan hutan,” ungkap dia.
Selain itu, menurut Away, saat ini bisa dilihat bagaimana pelaksanaan dana reboisasi di lapangan. “Semuanya jelas-jelas mempunyai indikasi korupsi yang berdampak pada kerugian keuangan negara dan lingkungan. Tindakan mereka menyangkut kelangsungan kehidupan manusia dari mulai ekonomi dan ekologi,” papar dia.
Sementara Johny Nelson Simanjuntak, sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM menjelaskan Oprasi Hutan Lestari Lodaya 2008 di kawasan hutan Cigugur diindikasikan terjadi pelanggaran HAM. Karena telah menciptakan ketakutan dan ada sebagian barang warga yang turut diangkut. Penurunan 650 personel tim gabungan juga dinilai berlebihan.
Seperti diketahui, selama dua hari lalu Johny Nelson Simanjuntak baru kemarin menelusuri operasi hutan lodaya di hutan Cigugur. Dia beserta anggota tim dari Komnas HAM mengaku mengumpulkan data-data mulai dari Desa Jayasari, Langkaplancar, Harumandala, Pagergunung dan Kertajaya.
“Hasil pantauan saya, tidak ada pencurian kayu yang berlebihan. Wilayah tersebut adalah wilayah yang biasa. Tidak semestinya menurunkan sebanyak 650 personel. Satu kompi saja sudah cukup. Kegiatan kemarin berlebihan karena tidak ada aksi balik untuk melawan negara,” terangnya saat telekonferen dengan wartawan di Sekretariat LBH SPP Jl Jenderal Sudirman Ciamis kemarin.
Katanya, operasi ini membuat ketakutan dan menciptakan ketakutan bagi warga sekitar. Sehingga suami-suami mereka pun pergi ke hutan-hutan. Berdasarkan temuan timnya, ada 40 orang pria yang tidak pulang ke rumahnya dan belum diketahui keberadaannya.
Sementara kegiatan belajar-mengajar juga terhambat. Karena selama operasi anak tidak sekolah. “Ini merupakan pelanggaran HAM dan kami berharap operasi ini harus menjadi perhatian bagi Polda Jabar,” terangnya. (abi/ttm)
Selasa, Juni 24, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Wah hebat euy SPP nepi oge ka KPK, tapi infonya untuk ngurus sertifikat tanah yang katanya bisa jadi hak milik petani, SPP juga melakukan pungli ke masyarakat padahal jelas2 tanah yang dimaksud adalah tanah HGU/tanah negara dan areal hutan....
BalasHapus