Buntut Pengakuan
tak Saling Kenal
JAKARTA – Penyidik tidak kehilangan akal atas pernyataan Mayjen (pur) Muchdi Purwoprajono yang mengaku tak tahu-menahu dengan terpidana kasus Munir Pollycarpus Budihari Priyanto. Penyangkalan mantan deputi V/Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN) tentang Pollycarpus itu rencananya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tersendiri. Yakni, saat Muchdi dikonfrontasi dengan Pollycarpus.
”Kita akan buatkan BAP konfrontir saat Muchdi kita temukan dengan Pollycarpus,” kata seorang penyidik yang menangani kasus itu.
Pengungkapan kasus Munir memang penuh liku. Dalam upaya menjerat Polly di masa lalu, penyidik juga membuat beberapa BAP konfrontasi. Misalnya, saat Rohainil Aini (secretary chief pilot Airbus 330 Garuda) dikonfrontasi dengan Hermawan (flight schedule supervisor) terkait nota perubahan yang membuat Polly terbang dari Jakarta ke Singapura pada 6 September 2004 bersama Munir.
Juga saat Indra Setiawan (mantan Dirut Garuda) dikonfrontasi dengan Rohainil Aini dan Ramelgia Anwar (vice president corporate security) terkait penunjukan Polly sebagai staf aviation security yang belakangan memungkinkan Polly naik ke pesawat yang ditumpangi Munir. BAP konfrontasi juga pernah dilakukan saat Polly dihadapkan dengan Ramelgia Anwar dan Kamal Fauza Sembiring (chief pilot Airbus 330). ”BAP konfrontasi ini akan memudahkan pembuktian kelak. Siapa yang berbohong semoga akan terlihat,” imbuhnya.
Namun, hingga kemarin rencana konfrontasi itu belum dilakukan. Polly yang dipidana 20 tahun penjara masih mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung. Dia dipidana sebagai pelaku yang melakukan eksekusi di lapangan. Polisi kini mencoba menjerat Muchdi sebagai aktor yang disangka menyuruh Polly menghabisi Munir. Namun, hingga kini keduanya membantah saling mengenal, apalagi terlibat dalam kasus Munir yang mati diracun pada 7 September 2004.
Polisi sebenarnya telah menggenggam beberapa kesaksian yang menunjukkan bahwa mereka saling berkomunikasi. Yang telak adalah kesaksian agen madya BIN Budi Santoso yang pernah berdinas di direktorat 5.1. Juga ada kesaksian dua mantan anak buah Muchdi saat masih berdinas di BIN. Begitu pula kesaksian Raden Muhammad Patma Anwar alias Ucok yang mengaku pernah berdinas sebagai agen intelijen dengan pangkat III c. Ucok melihat Polly di tempat parkir BIN pada Juni 2004.
”Kami minta polisi tidak hanya melakukan (proses hukum, red) pada Pak Muchdi. Tapi, nama-nama seperti Ucok yang pernah mengaku akan menghabisi Munir mengapa tidak diproses,” kata Achmad Cholid, pengacara Muchdi, saat ditemui di Mabes Polri kemarin siang. Saat diperiksa polisi, Ucok pernah mengaku dirinya mengetahui skenario pembunuhan Munir. Salah satunya dengan cara menyantetnya.
Pada bagian lain, untuk sementara waktu, Muchdi bisa bernapas panjang. Mantan Danjen Kopassus itu batal diperiksa kemarin. ”Awalnya kami menerima kabar akan ada BAP hari ini (kemarin, red). Ternyata batal,” kata M Ali, pengacara Muchdi yang lain. Kemungkinan lulusan AMN angkatan 1970 itu diperiksa dalam satu dua hari ke depan. Pemeriksaan tetap dilakukan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Kendati tidak diperiksa, perubahan pengamanan telah terjadi di sana. Jika saat Muchdi dipindah Sabtu (21/6) pengamanan masih standar, kini suasananya berubah. Anggota Brimob berjaga dengan pakaian dinas lengkap plus pistol dan belati di pinggang. Tampak tiga anggota berjaga di depan Blok B. Di kamar nomor 1 blok tersebut, Muchdi ditahan. Sebelumnya dia sempat menginap di blok A kamar 2. Di dalamnya terdapat tempat tidur dan toilet.
Di Blok B itu terdapat enam sel. Salah satu selnya ditempati mantan Kapolri Jenderal (pur) Rusdihardjo yang divonis dua tahun penjara dalam kasus pungli KBRI Malaysia.
Terkait permohonan penangguhan penahanan Muchdi, tim pengacara akan memasukkannya hari ini. Yang menjadi penjamin adalah anak dan istri Muchdi.
Ketua Umum PB NU Hasyim Muzadi yang sebelumnya disebut sebagai salah seorang penjamin Muchdi mengaku terkejut. ”Kalaupun saya dihubungi (dan diminta), saya akan meminta penjelasan lebih dulu. Saya tidak akan gegabah,” katanya saat dihubungi tadi malam. Sebelumnya, Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan tidak bersedia menjadi penjamin.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Agustadi Sasongko Purnomo saat ditemui di HUT Pom AD di Jonggol, Bogor, Jawa Barat, kemarin mengatakan, Muchdi sudah di luar institusi TNI, sehingga tidak otomatis dibantu. ”Kecuali dia meminta bantuan hukum secara pribadi sebagai purnawirawan kepada Dinas Bantuan Hukum AD. Kalo tidak, ya kami tidak bisa apa-apa,” katanya.
Dua Jaksa Kejagung Dampingi Polisi
Di tempat terpisah, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Abdul Hakim Ritonga menyatakan, hingga saat ini, pihaknya belum melakukan penunjukan jaksa yang akan menjadi penuntut umum terhadap Muchdi PR. Alasannya, pihaknya menunggu terlebih dahulu adanya pelimpahan berkas dari penyidik. ”Jadi surat perintah penunjukan jaksa itu dibuat setelah berkas dinyatakan lengkap oleh jaksa dan diserahkan ke kejaksaan agung,” katanya di gedung Kejagung, kemarin.
Meski demikian, lanjut dia, Kejagung telah menugaskan dua jaksa yang menjadi konsultan bagi penyidik Mabes Polri. Keduanya adalah jaksa di lingkungan Pidum, yakni Sirus Sinaga dan Maju Ambarita. ”Konsultasi itu untuk hal-hal apa yang perlu untuk kelengkapan berkas,” terang mantan kepala Kejati (Kajati Sulsel) itu.
Dengan dikirimkannya jaksa khusus tersebut, Ritonga berharap nantinya tidak akan ada problem bolak-balik berkas karena belum bisa dinyatakan P-21 (lengkap). Apakah keduanya akan masuk dalam tim yang menganani penuntutan? ”Itu hanya untuk persiapan,” katanya. Dia juga menegaskan, pihaknya siap menerima kapan saja pelimpahan berkas dari Polri untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan. (naz/tom/rdl/aro/jpnn/nw/fal)
Selasa, Juni 24, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar