Sabtu, Januari 19, 2008

BUMN Sering Disusupi BIN

**Indra Jelaskan Pollycarpus
Dekat Pejabat Intelijen

JAKARTA – Adanya benang merah antara kasus terbunuhnya aktivis HAM Munir di pesawat Garuda dan petinggi BIN (Badan Intelijen Negara) semakin jelas. Mantan Dirut Garuda Indra Setiawan yang menjadi terdakwa menjelaskan bahwa Pollycarpus ada hubungan dengan lembaga intelijen tersebut.
’’Saya tidak tahu apakah Polly adalah bagian dari BIN. Tapi, pasti Polly punya kaitan dengan BIN,’’ ujar Indra di ruang sidang utama lantai II Pengandilan Negeri Jakarta Pusat.

Dia menjelaskan, dirinya mengetahui hal tersebut saat mantan bawahannya itu membawa surat rekomendasi BIN yang meminta Polly ditugaskan sebagai coorporate security. ’’Hingga saat saya terima surat, saya belum tahu dia orang BIN,’’ tambahnya.

Surat tugas tersebut, tambah Indra, dibawa Polly ketika bertemu di Hotel Sahid, Jakarta, sekitar Juni–Juli 2004. Surat yang diserahkan mantan pilot Garuda itu bersifat resmi dan rahasia. ’’Saya kaget, surat tersebut dibawa sendiri oleh Polly,’’ ujar Indra, yang mengaku kenal Polly sejak 2003. ’’BIN menugaskan Polly sebagai coorporate security pasti dia orang yang dipercaya BIN,’’ lanjutnya.

Meski tahu ada penugasan berkaitan dengan maskapai yang pernah dipimpinnya, Indra mengatakan tak tahu persis tugas yang diperintahkan. Karena bercap rahasia, lanjut Indra, surat tersebut tak di-file-kan atau disampaikan ke bagian umum. Namun, pada Jumat, 31 Januari 2004, surat yang disimpan dalam tas kerja Indra raib di Hotel Sahid, tempat yang sama saat dia menerima surat dari Polly.

Indra menyatakan tak ada alasan baginya menolak rekomendasi dari BIN. Saat dia memimpin maskapi penerbangan pelat merah itu, beberapa kali institusinya berhubungan dengan BIN, terutama pascatragedi bom Bali.
Seringnya BIN memanfaatkan BUMN untuk melakukan operasi juga diungkapkan mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli. Rizal yang tampil sebagai saksi meringankan menjelaskan, di mana pun sangat lazim intelijen merekrut pejabat atau warga sipil untuk menjadi agen atau penasihat.

Operasi intelijen di BUMN maupun lembaga negara juga bukan hal baru. ’’Lepas dari Menkeu, saya ditawari menjadi penasihat BIN dengan gaji lumayan. Tapi, saya menolak karena bertentangan dengan prinsip akademik dan independensi,’’ tambahnya. Dia menilai, keputusan Indra mengakomodasi permintaan BIN wajar dalam hubungan antarlembaga.

Apakah bisa ditolak? ’’Kalau sebagai birokrat, bisa repot. Tidak mungkin menolak, apalagi Dirut BUMN dibandingkan dengan kepala BIN, jauh...,’’ tambahnya.

Menteri era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menjelaskan, bagi orang bermental birokrat tulen seperti Indra, penolakan nyaris tidak mungkin. ’’Takutlah, Pak. Apalagi, perintah itu dari badan intelijen, ABRI (sekarang TNI, Red). Rata-rata pejabat takut,’’ ujarnya.

Tak hanya bekerja sama, kata dia, intelijen atau ABRI pada masa itu sering meminta ’’jatah’’ posisi di BUMN-BUMN strategis. Meski dilibatkan dalam sebuah operasi intelijen, bukan berarti pimpinan lembaga mengetahui apa sebenarnya bentuk dan tujuan operasi tersebut. Menurut Rizal, operasi intelijen bersifat tertutup. ’’Itu nature,” tambahnya.

Karena itu, ujar dia, jika Indra mengaku tak mengetahui soal operasi intelijen di maskapai penerbangan yang dipimpinnya, itu masuk akal. ’’Biasanya tidak tahu apa yang terjadi, jenis operasi, dan apa saja yang dilakukan. Bahkan, bos-bos intel belum tentu tahu,’’ tuturnya.

OPERASI DENGAN BIAYA SENDIRI
Secara terpisah, mantan pejabat BIN Soeripto membenarkan pernyataan Rizal Ramli. ’’Tidak hanya di BUMN, tapi di mana-mana. Operasi intelijen itu cover-nya bisa macam-macam,’’ kata Soeripto.

Soeripto yang kini menjabat wakil ketua Komisi III DPR menjelaskan, meskipun menyusupkan anggota ke badan atau perusahaan lain, anggaran operasi tetap mandiri. ’’Tidak boleh menumpang duit BUMN karena BIN sudah punya anggaran sendiri,’’ ujarnya.

Operasi intelijen harus benar-benar rahasia sejak perencanaan awal hingga operasi berhasil dituntaskan. ’’Kalau intel cover-nya kelihatan, itu bahasa Suroboyonya operasi getuk,’’ katanya.

Mantan Sekjen Dephutbun itu bahkan mengetahui ada intelijen asing yang menyusup di beberapa perusahaan yang memiliki HPH (hak pengelolaan hutan) di Indonesia. ”Saya tidak perlu sebut namanya. Tapi, ada orang CIA (Central Intelligence Agency, lembaga intelijen Amerika Serikat ) di sana,’’ tuturnya.

Menurut Soeripto, penyusupan agen ke lembaga lain sangat lazim dilakukan komunitas intelijen. ’’Sekarang ini CIA lebih sering menggunakan lembaga perbankan, seperti Citybank, untuk menempatkan agen yang disebut NOC (non official cover),’’ katanya.
Sebab, Amerika khawatir terhadap investasi besar-besaran Tiongkok di seluruh dunia. ’’Intelijen Indonesia juga harus mengubah persepsi, jangan hanya mengurusi ekstrem kanan atau ekstrem kiri terus,’’ katanya

POLLY DEKAT PEJABAT BIN
Sangkaan Indra bahwa Polly berkaitan dengan BIN makin terbukti. Pascatragedi kematian Munir pada 6 September 2004, Indra meminta Polly untuk mempertemukan dirinya dengan orang yang menandatangani surat rekomendasi, yakni Wakil Kepala BIN As’ad. ’’Saya minta dipertemukan, lalu Polly menelepon saya bisa bertemu dengan As’ad. Itu bukti,’’ ujar Indra.

Pada Oktober 2004, lanjut dia, dirinya bertemu dengan As’ad di Kantor BIN. Saat menunggu, dia bertemu dengan seseorang yang belakangan diketahui sebagai Deputi V BIN Muchdi P.R. Bersama As’ad dan Muchdi, Indra tak menyinggung soal kematian Munir maupun Polly. ’’Kami hanya membicarakan soal Garuda,’’ ujar pria berkacamata itu.

Tak tebersit dalam pikirannya bahwa surat tugas Polly yang diterbitkan atas rekomendasi BIN itu ada yang berkaitan dengan terbunuhnya Munir. Menurut dia, kematian penumpang dalam pesawat bukan peristiwa luar biasa. Paling tidak, sebulan sekali ada penumpang yang meninggal dalam pesawat. Namun, saat bertemu dengan istri Munir, Suciwati, dan beberapa rekan Munir di Hotel Hilton (sekarang Hotel Sultan, Red), nama Polly terlontar. ’’Waktu itu Todung Mulya Lubis bertanya apa ada pilot Garuda bernama Pollycarpus. Saya jawab, ya. Saya memang kenal beberapa pilot,’’ tambahnya.

Sidang kemarin merupakan yang terakhir sebelum tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) atas Indra dibacakan Jumat (25/1) mendatang. Bersama dengan staf Garuda Rohainil Aini, Indra didakwa telah membantu Pollycarpus dalam upaya pembunuhan berencana terhadap Munir. ’’Saya sama sekali tidak melakukan kejahatan, tidak merencanakan, dan tidak tahu perencanaan itu. Saya malah tidak mendengar itu. Saya tertekan, mengapa saya dituduh,’’ bela Indra kepada majelis hakim yang diketuai Heru Pranomo. (ein/rdl/tof)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar