***Tunggakan Anggota
Capai Rp1,5 Miliar
IR H JUANDA - Imbas dari naiknya harga kedelai di pasaran yang mencapai harga Rp7.500-Rp8.000 per kg, tidak hanya para pengusaha tahu tempe yang kelimpungan. Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Tasikmalaya juga nyaris gulung tikar. “Kenaikan harga kedelai di pasaran tidak hanya mengurangi jumlah pembeli kedelai ke Kopti. Namun menyebabkan kebangkrutan bagi Kopti. Karena pengusaha tahu tempe lebih memilih belanja kedelai dari toko, dibandingkan di Kopti,” terang H Endin Suhendar, Bendahara Kopti Tasikmalaya yang ditemui Radar di ruang kerjanya, kemarin.
Menurut Endin, alasan para pengusaha tahu tempe memeilih membeli kedelai ke toko atau pasar, akibat dari harga kedelai di Kopti jauh lebih tinggi dibanding dengan harga di pasaran. Alasan ini karena harga dari Kopti, kata Endin, sudah termasuk sumbangan wajib anggota koperasi.
“Kalau dulu ketika Bulog masih mengatur harga untuk kedelai, harga di Kopti jauh lebih murah. Bahkan toko pun mengambil harga standar sama dengan Kopti. Tapi setelah Bulog tidak lagi menentukan harga kedelai, akhirnya kedelai melambung diduga akibat adanya monopoli perdagangan,” tambahnya.
Selain menurunnya jumlah permintaan kedelai, beberapa anggota Kopti tak aktif dan memiliki tunggakan. Dari sekian julmlah anggotnya, total uang tunggakan dari anggotanya mencapai Rp1,5 miliar.
“Saat ini kami memperkirakan kebutuhan kedelai 200 ton per bulan. Bila kita hitung harga Rp7.000 per kg, hanya membutuhkan dana sekitar Rp1,4 miliar. Dan itu bisa membangun kembali Kopti. Tapi saat ini beberapa anggota masih nunggak dan jumlah total tunggakan Rp1,5 miliar,” sesal dia.
Sebelumnya Kopti Tasikmalaya mampu memenuhi kebutuhan kedelai sekitar 600 ton per bulan. Kini turun menjadi 150 ton per bulan. Dengan kondisi seperti ini sulit bagi Kopti untuk memulihkan perputaran uang. Apalagi jumlah anggota dari 371 orang, hanya 106 anggota yang masih aktif dan peduli terhadap keberadaan Kopti.
Dari keseluruhan anggota yang tercatat di Kopti, anggota yang berasal dari Kota Tasikmalaya mencapai 50 persen. Sementara sisanya menyebar di wilayah Kabupaten Tasikmalaya.
Endin mengatakan bila pengusaha tahu tempe bisa menguasai pasar, kondisi kenaikan kedelai bisa tertangani. “Sejauh ini para pengusaha tahu tempe belum mengusai keadaan pasar juga ketersediaan kedelai lokal sangat minim. Sehingga hanya mengandalkan impor,” tambahnya. (tin)
Sabtu, Januari 19, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar