Rabu, Januari 16, 2008

JAM Intelijen: Ahmadiyah tidak Dilarang

***JAI Klarifikasi Isu Sensitif
JAKARTA— Dua isu sensitif yang kerap menyulut kekerasan terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) diklarifikasi. Yakni anggapan soal Hadrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan buku Tadzikirah sebagai kitab suci JAI. Kedua hal ini dibantah oleh amir JAI Abdul Basit dalam jumpa pers di Bayt Alquran, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Selasa (15/1) pagi.

Jumpa pers ini adalah puncak dari tujuh kali dialog yang digelar antara JAI dengan pihak Departemen Agama (Depag) dan Badan Intelejen Keamanan Mabes Polri. Makanya, selain unsur JAI, acara itu juga dihadiri Kabalitbang dan Diklat Depag Atho Mudzhar dan Kaden C Baintelkam Brigjen Pol Sudirman. Ada 12 pokok penjelasan JAI.

Yang pertama sejak semula JAI menyakini dan mengucapkan syahadat seperti yang diajarkan Nabi Muhammad. JAI juga menyakini Nabi Muhammad sebagai nabi penutup. “Hadrat Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang guru, mursyid, pendiri dan pemimpin Jamaah Ahmadiyah yang bertugas memperkuat dakwah dan syiar Islam yang dibawa Nabi Muhammad,” kata Abdul Basit.

JAI juga akan mencantumkan kata ”Muhammad” di depan kata ”Rasulullah” dalam 10 syarat baiat. JAI juga menyakni tidak ada wahyu syariat setelah Al-Quran. Bersama dengan sunnah nabi, Al-Quran mereka pegang sebagai sumber ajaran Islam. “Buku Tadzkirah bukanlah kita suci Ahmadiyah. Melainkan catatan rohani Hadrat Mirza Ghulam Ahmad,” tambah Abdul Basit.

Yang lainnya adalah JAI tidak akan mengkafirkan orang Islam di luar Ahmadiyah baik dengan kata maupun perbuatan. JAI juga tidak akan pernah dan tidak akan menyebut masjid yang mereka bangun dengan nama ”Masjid Ahmadiyah”. Semua masjid yang mereka bangun akan terbuka untuk seluruh ummat Islam. JAI setuju untuk mencatatkan perkawinan di KUA dan meningkatkan silahturami. ”Mudah-mudahan penjelasan ini bisa menjadi pertimbangan bagi MUI dan masyarakat luas,” kata Atho Mudzhar. Departemen Agama akan secepatnya menyebarkan perkembangan ini ke seluruh Indonesia. ”Soal itu (pencabutan fatwa sesat, Red) itu bagian MUI. Jangan salah,” sambungnya.

Kabidpenum Polri Kombes Pol Bambang Kuncoko yang juga hadir dalam kesempatan itu menyatakan jika polisi tidak segan menindak mereka yang melakukan kekerasan pada JAI.
Di bagian lain, saat koran ini mengunjungi salah satu komunitas JAI di kawasan Jakarta Pusat kemarin siang, 12 pernyataan JAI tersebut menjadi salah satu topik bahasan para jamaah. ”Memang semuanya ya seperti itu. Apa adanya. Tapi kadang orang salah mempersepsikan,” kata salah seorang anggota JAI.

TAK ADA PELARANGAN AHMADIYAH
Dari Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), sejumlah lembaga menggelar Rapat Badan Koordinasi Pengkaji Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) tingkat pusat membahas aliran Ahmadiyah. Rapat dihadiri sejumlah perwakilan, antara lain, Departemen Agama (Depag), Kejagung, Mabes Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), Depdagri, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan BAIS TNI.

Seusai digelar raker, Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intelijen) Wisnu Subroto menggelar jumpa pers membeber hasil pertemuan. ‘’Ada lima poin hasil Bakor Pakem hari ini (kemarin),’’ kata Wisnu di Gedung Kejagung, Selasa (15/1).

Lima poin itu adalah pertama, Bakor Pakem telah membaca dan memahami isi 12 butir penjelasan Pengurus Besar (PB) Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang disampaikan dan diteken amirnya, Abdul Basit, serta diketahui pejabat Depag dan sejumlah tokoh. Kedua, Bakor Pakem telah membahas 12 butir penjelasan PB JAI tersebut dan perlu memberi waktu kepada pengikut Ahmadiyah untuk melaksanakannya secara konsisten dan bertanggung jawab. Ketiga, Bakor Pakem terus memantau dan mengevaluiasi pelaksanaan isi 12 butir penjelasan PB JAI di seluruh Indonesia.

Keempat, apabila terdapat ketidaksesuaian dalam pelaksanaannya, Bakor Pakem mempertimbangkan penyelesaian lain sesuai ketentuan berlaku. Kelima, Bakor Pakem menghimbau semua pihak dapat memahami maksud dan niat baik PB JAI sebagai bagian membangun kerukunan umat beragama sekaligus menghindari aksi anarkis. Wisnu menegaskan, dengan hasil Bakor Pakem tersebut, maka tidak ada pelarangan pengembangan aliran Ahmadiyah. ‘’Sampai sekarang tidak dilarang,’’ jelas Wisnu.

Menurut Wisnu, dari paparan tujuh kali pertemuan dialog yang dilaksanakan Depag dan Ahmadiyah, tidak ditemukan keyakinan yang bertentangan dengan Islam. Kejagung juga tidak menemukan indikasi penodaan agama sebagaimana yang dituduhkan sejumlah kelompok. “Tidak ada yang melanggar, termasuk saat dibandingkan dengan ciri-ciri aliran sesat yang dikeluarkan MUI,’’ tegas mantan kepala Kejati Kaltim ini.
Wisnu menambahkan, selaku ormas keagamaan, Ahmadiyah juga telah mendaftarkan diri ke Depdagri sejak 1953. (naz/agm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar