JAKARTA – Kabar baik bagi keluarga Nazaruddin Sjamsuddin. MA (Mahkamah Agung) mengabulkan sebagian upaya PK (peninjauan kembali) yang diajukan mantan ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) itu.
Majelis hakim PK yang dipimpin Iskandar Kamil memutuskan vonis 4,5 tahun penjara plus denda Rp300 juta dan uang pengganti USD45 ribu. Vonis itu lebih ringan dari putusan kasasi yang isinya vonis enam tahun pidana, denda Rp300 juta, dan uang pengganti Rp1,068 miliar.
Dalam putusan kasasi, Nazaruddin dan mantan Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama. Kasus korupsi itu berupa pengadaan jasa asuransi Pemilu 2004 dan pengumpulan dana taktis di KPU. Tapi, Hamdani Amin tak melanjutkan upaya hukum karena telah meninggal dunia di Lapas Cipinang.
”Amar putusannya, mengabulkan PK yang diajukan pemohon atau terpidana,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi di Lantai III Gedung MA, Kamis (17/1). Dengan putusan tersebut, otomatis putusan pengadilan tipikor sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta batal.
Iskandar Kamil yang juga ditemui di kantornya kemarin mengungkapkan, dalam kasus Nazaruddin hanya satu dakwaan yang terbukti, yakni pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu jo pasal 64 ayat (1) KUHP. ”Jadi, PK-nya dikabulkan, tapi bukan seluruhnya, hanya sebagian. Karena itu, majelis mengadili kembali kasus itu,” ujarnya.
Dia menambahkan, alasan pengabulan PK adalah adanya kekhilafan nyata hakim, dari pengadilan tingkat pertama sampai tingkat kasasi. ”Kekhilafannya ada pada penerapan pasal 18 (UU Pemberantasan Tipikor). Hakim kan manusia, bisa khilaf,” ujarnya.
Adapun alasan menurunkan nilai uang pengganti sesuai pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi yang mengatur pembayaran uang pengganti sebanyak-banyaknya sama dengan yang diperoleh dari hasil korupsi. ”Dari berkas itu yang bisa dibuktikan adalah USD 45 ribu (dari rekanan asuransi PT Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967). Bukan jumlah kerugian negara,” ujarnya.
Lalu siapa yang membayar kerugian negara? ”Mungkin orang lain, tapi yang diterima sendiri oleh terdakwa USD45 ribu,” tambahnya. Untuk dakwaan kedua, yakni menerima dari rekanan-rekanan lain tak memenuhi dua alat bukti.
Sebelumnya, pengadilan tipikor memvonis pria kelahiran Bireuen, Aceh, itu tujuh tahun pidana, denda Rp300 juta, dan hukuman tambahan uang pengganti Rp5,032 miliar. Di tingkat banding vonis hukuman sama, yang berkurang hanya uang pengganti menjadi Rp2,516 miliar.
Di tingkat kasasi, tak hanya uang pengganti yang dikorting. Masa hukuman Nazaruddin juga dikurangi. Majelis hakim kasasi yang dipimpin Parman Soeparman memvonis enam tahun pidana, denda Rp300 juta, dan uang pengganti Rp1,068 miliar.
Putusan yang meringankan hukuman Nazaruddin disambut gembira kuasa hukumnya, Heronimus Dani. ”Keputusan PK, meski menurut hemat kami tidak terlalu bagus, patut disyukuri karena dikabulkan majelis hakim sebagian,” ujarnya.
Yang paling menggembirakan, tambahnya, Nazaruddin tak perlu lagi membayar uang pengganti sesuai vonis hakim. ”Uang USD45 ribu telah diambil KPK ketika dia jadi tersangka,” ujarnya, lantas menambahkan keputusan tersebut langsung diberitahukan ke keluarga terpidana. ”Nanti oleh keluarga disampaikan sesegera mungkin saat besuk,” tambahnya.
Kasus itu berawal dari disetujuinya tambahan anggaran Rp30 miliar yang diajukan Hamdani Amin untuk pengadaan asuransi. PT Umum Bumiputera Muda 1967 ditunjuk secara langsung sebagai rekanan. Tak hanya membuat seolah rekanan dipilih melalui tender, Nazaruddin lantas menandatangani pembayaran premi Rp14,8 miliar plus diskon 34 persen.
Hamdani Amin lalu melapor kepada Nazaruddin bahwa dia telah menerima uang USD566.795 dari rekanan. Dana itu dibagikan pula kepada seluruh anggota KPU dalam bentuk tunjangan hari raya (THR). Dana itu juga dibagikan kepada sejumlah pejabat di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Departemen Keuangan (Depkeu).
Dari dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi, diketahui sebagian dana itu dipakai Mulyana W. Kusumah untuk menyuap auditor BPK Khairiansyah Salman. (ein)
Jumat, Januari 18, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar