Jumat, Januari 18, 2008

Muttaqien Masih Trauma dengan Masalah Hukum

***Sikap Mantan Sekda yang Dipolisikan Bupati Garut

Sumpah di bawah kitab suci Alquran di persidangan dugaan korupsi Bupati H Agus Supriadi SH menjadi taruhan bagi Mantan Sekda Kabupaten Garut Drs H Achmad Muttaqien SH MSi. Sebagai saksi yang dinilai memberatkan orang nomor satu di Kabupaten Garut itu, Muttaqien dilaporkan bupati karena dinilai memberikan keterangan palsu.

HANDRI S BUDIMAN, Tarogong

Berlokasi di salah satu kawasan perumahan elite di Garut berdiri sebuah rumah bercat tembok krem dipadu warna coklat untuk cat pintu dan kusen. Bunga menjadi salah satu hiasan cantik yang ditata sedemikian rapi dalam pot ukuran besar maupun kecil.

Memang tidak terlalu sulit untuk menemukan rumah pria kelahiran Bandung 10 Okteober 1948 tersebut. Sekali tanya saja kepada petugas jaga komplek perumahan yang berada di sekitar Jalan Otto Iskandar Dinata, ditunjukanlah rumah yang paling besar di antara perumahan lainnya di jalan utama komplek tersebut.

Sayang, sekitar pukul 14.00 itu, sang empunya rumah sedang terlelap tidur. Hanya istri Muttaqien yang kala itu berbusana daster dibalut switer menerima kedatangan Radar. Ny Muttaqien pun menanyakan kedatangan kami dikediamannya di Blok L15. “Bapak sedang tidur. Maaf tidak bisa diganggu. Sore saja selepas ashar datang lagi,” ujar perempuan berparas cantik tersebut.

Merasa mendapatkan angin, saya pun kembali menyambangi rumah berlantai dua tersebut. Setelah seorang wanita membukakan pintu, keluarlah Mutaqien yang kala itu menggunakan kaos oblong warna putih dipadu celana biru selutut. Dengan raut muka agak keheranan, pria yang pensiun dari PNS sejak 2007 itu pun menanyakan maksud kedatangan saya dengan nada seadanya. “Aya naon deui,” ucapnya selepas menjawab salam yang saya ucapkan.

Sebelum menjawab pertannyaan, saya berinisiatif mengajaknya duduk di kursi berwana merah di halaman teras kediamannya. Kami pun akhirnya duduk. Setelah sedikit basa-basi mempertanyakan keberaniannya bersumpah di pengadilan melawan Bupati Garut H Agus Supriadi yang dijerat KPK karena diduga menyelewengakan dana APBD, Mutaqien terlihat agak terdiam sebentar.

“Saya dengan Agus Supariadi tidak ada lagi hubungan kerja. Dia bukan atasan saya lagi. Dan saya bukan anak buah dia lagi. Jadi keterangan saya di atas sumpah pengadilan memang sudah sesuai dengan BAP (Berita Acara Pemeriksaan, red). Dan di persidangan pun saya tidak mengubah keterangan saya sebagaimana yang ada dalam BAP,” ujarnya.

Malah, kata Mutaqien, jaksa penuntut (KPK) sangat berterima kasih dirinya telah mengeluarkan kesaksian yang dinilai memberatkan bupati. “Jaksa saja mengucapkan terima kasih kepada saya. Dan keterangan saya di pengadilan memang sudah sesuai dengan yang saya alami di saat menjabat (sekda, red),” ujarnya seraya langsung berdiri dan meninggalkan wartawan tanpa menyuruh pulang ataupun pamit.

“Sudah… sudah, saya masih trauma dengan masalah hukum,” tukasnya seraya menutup pintu rapat-rapat. Dan tidak berapa lama, daun jendela yang berada tepat di belakang tempat duduk saya pun langsung ditutup rapat. Tanpa bisa pamit dan mengucapkan salam karena sang empunya rumah langsung ke rumah saya pun beranjak memungkasnya pekerjaan untuk mendapatkan informasi.

Trauma? Ya kata yang keluar dari mulut sekda itu sangat terngiang di telinga saya sehingga mengembalikan memori saya pada kasus hukum yang menjerat mantan Sekda Kabupaten Garut ini. Setelah kembali membuka file komputer, saya terkait masalah hukum yang menyandung Mutaqien, memamg cukup beralasan Mutaqien merasa trauma.

Di Pengadilan Negeri, tahun lalu dirinya ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus gartifikasi pembangunan Pasar Kadungora. Meskipun ditetapkan bersalah dan dihukum 1 tahun, dirinya masih bisa menghirup udara bebas karena menjalani hukuman percaboan selama kurun waktu dua tahun.
“Menentapkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun. Hukuman tersebut tidak akan dijalankan kecuali di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain karena terdakwa melakukan suatu tindakan pidana sebelum berakhir masa percobaan dua tahun.”

Demikian kutipan majelis hakim yang diketuai Hj Endang Ipsiani SH dengan hakim anggota I Ketut Tirta SH dan Emmy Evilina Marpaung SH pada hari Rabu 28 Maret 2007 yang kini masih tersimpan dalam memori komputer.
“Memang pertaruhan mantan sekda sangat berani. Di saat dirinya masih tersandung masalah hukum pidana dan akan dikenakan sanksinya bila ini dikenakan pidana pada kasus lain, maka sanksinya akan cukup berat,” ujar salah seorang praktisi hukum yang namanya minta dirahasiakan.

Ya, pertarungan antara Bupati dan mantan anak buahnya mamang memasuki babak baru. Melalui kuasa hukum Agus Supriadi, Abidin SH MH telah resmi melaporkan Ahmad Muttaqien dan Kuparman, mantan Asda III Pemkab Garut ke kepolisian. Praktisi hukum yang enggan disebutkan namanya itu pun mengatakan, jika Muttaqien bisa menyakinkan majelis hakim atas kesaksiannya di atas sumpah, maka selamatlah.

Tapi, jika tuduhan bupati yang menyatakan Muttaqien telah membuat keterangan palsu di pengadilan, sanksi hukum maksimal 7 tahun penjara plus satu tahun pada kasus gartifikasi Pasar Kadungora siap menanti. “Sebuah perjalan hukum yang menarik untuk terus diikuti,” pungkasnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar