***Soal Bangunan Salahi Aturan
INDIHIANG – Pemkot dan DPRD Kota Tasikmalaya harus meninjau ulang beberapa bangunan megah yang berdiri di Kota Tasikmalaya. Salah satunya gedung Mayasari Plaza yang berlokasi di Jalan Pasar Wetan. Menurut Forum Komunikasi Masyarakat Peduli (FKMP) Tasikmalaya, bangunan tersebut dinilai menyalahi aturan dan MoU antara Pemkab Tasikmalaya dengan developer pada saat masih pemerintahan kabupaten.
Refleksi akhir tahun 2007 yang terdiri dari 17 butir itu disampaikan anggota FKMPT H Rustidjo SH MH saat di ruang panmus DPRD Kota Tasikmalaya, kemarin. Menurutnya, pelaksanaan pembangunan Kota Tasikmalaya seharusnya mengacu pada pembangunan kota yang berwawasan dan ramah lingkungan. Serta sesuai dengan Perda RTRW. “Sehingga perlu adanya peninjauan ulang terhadap gedung serta bangunan yang didirikan. Salah satunya Gedung Mayasari Plaza. Isi dari perjanjian tersebut adalah telah disetujui bersama bahwa persentase pembangunan hanya 30 persen untuk mendirikan bangunan. Sedangkan 70 persennya diperuntukan untuk open space (lahan terbuka) yaitu berupa taman kota (paru-paru kota). Namun pada kenyataannya saat ini hampir 80 persen area sudah digunakan untuk bangunan,” ungkapnya.
Menurut Rustidjo perjanjian dibuat tahun 1996 dan saat itu pernah di pansuskan. Hasilnya lokasi yang kini sebagai pusat perbelanjaan itu hanya digunakan untuk taman kota. “Kami bukan ingin mencari kesalahan siapa. Namun kami berharap wali kota bisa menertibakan pembangunan Mayasari Plaza yang dianggap telah melangggar MOU,” tegasnya.
Bila pemerintah tidak mampu melakukan penertiban, kata dia, masyarakat akan melakukan class action (gugatan perwakilan kelompok). Karena melabrak MoU dinilainya sudah merugikan masyarakat. “Salah satunya adalah taman kota yang seharusnya ada, menjadi tidak ada,” ulas dia.
Ditambahkan ketua FKMPT RH Djadja Winatakusumah pemkot harus segera menginventarisasi status aset yang tak jelas. Seperti bangunan di wilyah Karangresik, wilayah Pasar Pancasila, serta Kolam Renang Sukapura Dadaha. “Padahal bila diurut dari sejarah tanah tersebut merupakan tanah milik pemerintah kabupaten yang seharusnya diserahkan kepada kota. Bukan tanah atas milik pribadi. Terlebih untuk Karang Resik sudah menyalahi MoU yaitu dalam surat perjanjian tercantum 50 tahun. Padahal bila menurut aturan untuk perjanjian kerjasama tidak boleh lebih dari 20 tahun. Bahkan saat ini sudah berganti pemegang perjanjian,” tandas RH Djadja Winatakusumah.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai bangunan Mayasari Plaza, Radar menemui Direktur Eksekutif Mayasari Plaza Drs H Budi Budiman untuk mengkonfirmasikan hal ini. Kebetulan, saat tiba di rumahnya yang bersangkutan sedang ke luar kota. Radar hanya bertemu dengan istrinya, Dra Hj Eti Attiyah. “Bapak sedang ke luar kota, melayat yang meninggal dunia. Kalau mengenai MoU antara Pemkab Tasik dengan depeloper tahun 1996, kemungkinan dengan pihak developer pertma atau sebelum dikelola Mayasari. Masalah ini yang lebih tahu bapak,” katanya. (tin/dra)
Kamis, Januari 17, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar